Di saat Salman Al-Farisi
merasakan sudah layak baginya untuk menyempurnakan separuh daripada
agama, dia sudah siap untuk melamar seorang gadis solehah dari kaum
Ansar, yang selalu menjadi buah b…ibir para pemuda di Kota Madinah.
Memperolehi
cinta wanita solehah itu ibarat membelai cinta para bidadari di Syurga.
Wanita solehah itu telah menambatkan hatinya untuk menuntun karya-karya
indah bak lakaran pelangi, penuh warna dan cinta.
Beliau menjemput sahabat karibnya, Abu Darda’ sebagai teman bicaranya ketika bertemu keluarga wanita solehah itu.
“Subhanallah. Alhamdulillah”
Muncul
kata-kata dari mulut Abu Darda’, tanda ta’ajub dan syukur di atas niat
suci temannya itu. Dia begitu senang karena dapat membantu temannya
dalam hal baik sebegini. Maka menujulah mereka ke rumah wanita solehah
yang menjadi buah bibir para pemuda gagah perkasa di Kota Madinah.
“Saya adalah Abu Darda’ dan ini adalah saudara saya Salman al-Farisi.
Allah Taala telah memuliakannya dengan Islam, dan dia juga telah
memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang
utama di sisi Rasulullah s.a.w, hingga Rasulullah menyebut beliau
sebagai sebagian dari ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara
saya ini melamar puteri anda untuk dipersuntingnya”, berkata Abu Darda’
kepada keluarga wanita tersebut. Susunan bahasanya cukup berhias dan
indah.
“Menerima
kalian berdua sebagai tetamu, sahabat Rasulullah yang mulia sudah
menjadi penghormatan terbesar buat kami. Dan adalah kehormatan lebih
besar bagi keluarga kami bermenantukan seorang sahabat Rasulullah S.A.W
yang utama. Akan tetapi hak untuk memberi kata putus tetap sepenuhnya
berada di tangan ananda puteri saya. Saya serahkan kepada puteri kami
untuk memperhitungkannya.” wali wanita solehah memberi isyarat ke arah
hijab.
Di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.
“Silakan tuan.” balas Abu Darda’.
Selepas beberapa menit berlalu, datanglah walinya memberi kata pemutus daripada sang puteri kesayangannya.
“Maafkan
kami di atas apa yang saya akan katakan. Kerana kalian tetamu terhormat
kami, sahabat baginda s.a.w yang amat dicintainya. Kami hanya mengharap
ridha Allah bersama kita semua. Sebenarnya puteri saya telah menolak
pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ mempunyai hajat yang sama, puteri
kami senang menerima pinangannya dengan penuh syukur.”
Kata-kata wali wanita solehah itu tidak sedikit pun mengejutkan Salman al-Farisi malah menyambutnya dengan alunan tahmid yang tidak putus-putus.
“Allahu
Akbar. Maha Suci Allah telah memilih teman baik saya sebagai
pengganti.” dengan penuh rasa kebesaran Tuhan menyelinap roh cinta-Nya
memenuhi jiwanya yang kerdil.
“Semua
mahar dan nafkah yang telah ku persiapkan ini akan aku serahkan pada
Abu Darda’, teman baik ku dunia akhirat. Dan aku akan menjadi saksi
pernikahan bersejarah kalian.” Air mata kasih dan syukur membening
suasana redup di suatu petang itu.
Catatan :
Salman al-Farisi
yang begitu setia dan utama disisi Rasulullah juga diuji sedemikian
hebat apabila cintanya ditolak oleh gadis solehah idamannnya. Dan yang
lebih mengejutkan lagi, sahabat baiknya yang pada mulanya dijadikan
‘teman bicara’ untuk meminang pula yang menjadi pilihan si gadis
solehah.
Dan bagaimana pula reaksi kita ,jika kita berada pada posisi yg dialami Salman al-Farisi?
Mampukah kita memberi dan membenarkan segalanya dengan keikhlasan?
Apakah kita tidak akan timbul sedikit rasa marah pada mulanya dan
diikuti rasa ndongkol?
Tapi berbeda dengan Salman al-Farisi.
Beliau begitu kuat menerima setiap ketentuan Illahi dengan penuh rasa
syukur dan ridLo. Baginya, satu pekerjaan yang besar lagi mulia adalah
dengan MEMBERI.
Kisah
beliau mengajari kita bahwa tiada tuhan yg berhak disembah melainkan
Allah S.W.T. Yang Maha mengetahui tentang sesuatu yang tidak kita
ketahui , yang itu di ekspresikan dengan menaklukkan EGO.
0 komentar:
Posting Komentar