This is default featured post 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured post 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured post 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured post 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured post 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Selasa, 18 September 2012
Senin, 17 September 2012
Mengeleng gelengkan Kepala ketika ber Dzikir..bolehkah?..
Atau memang murni ajaran Rasulullah SAW. mengingat belum ditemukan hadits yang menerangkan hal itu. Hanya saja sebagian masyarakat mengakui bahwa gerakan itu mempermudah konsentrasi dalam berdzikir. Tentunya hal ini sangat bernilai positif. Akan tetapi bila dipertanyakan apakah gerakan itu sunnah, atau makruh atau apapun hukumnya? maka hal yang positif tidak selamanya sejalan dengan hukum syariat.
Namun demikian, guna mendapatkan informasi mengenai hukum menggeleng-gelengkan kepala dalam berdzikir, patut kiranya menelusuri terlebih dahulu apa itu dzikir.
Dalam al-Baqarah 152 Allah memerintahkan kepada makhluqnya untuk senantiasa mengingat-Nya.
فاذكرونى اذكركم...
“Ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu”artinya dzikir adalah sebuah tindakan yang bertujuan untuk mengingat Allah swt sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam konteks “ingat kepada Allah” ini umat Islam tidak pernah lepas dari tiga hal: doa, wirid dan zikir. Doa adalah permintaan atau permohonan sesuatu kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat. Wirid merupakan bacaan tertentu untuk mendapatkan 'aliran' berkah dari Allah. Sedangkan zikir adalah segala gerak-gerik dan aktivitas yang berobsesi pada kedekatan atau taqarrub kepada Allah. Me-lafadz-kan atau melafalkan kata-kata tertentu yang mengandung unsur ingat kepada Allah, juga termasuk zikir. Zikir sangat penting karena dalam pandangan kesufian ia merupakan langkah pertama cinta kepada Allah.
Ada dua macam zikir atau ingat kepada Allah: pertama, dzikr bil-lisan, yaitu mengucapkan sejumlah lafaz yang dapat menggerakkan hati untuk mengingat Allah. Zikir dengan pola ini dapat dilakukan pada saat-saat tertentu dan tempat tertentu pula. Misalnya, berzikir di mesjid sehabis salat wajib. Kedua, dzikr bil-qalb, yaitu keterjagaan hati untuk selalu mengingat Allah. Zikir ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, tidak ada batasan ruang dan waktu. Pelaku sufi lebih mengistimewakan dzikr bil-qalb ini karena implikasinya yang hakiki. Meskipun demikian, sang dzakir (seseorang yang berzikir) dapat mencapai kesempurnaan apabila ia mampu berzikir dengan lisan sekaligus dengan hatinya.
Dengan demikian, orientasi zikir adalah pada penataan hati atau qalb. Qalb memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena baik dan buruknya aktivitas manusia sangat bergantung kepada kondisi qalb.
Oleh karena itulah semulia-mulia makhluq adalah mereka yang senantiasa berdzikir mengingat Sang Pencipta. Dalam Ali Imran 191 diterangkan bahwa:
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ
وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka.Ayat di atas juga dapat digunakan sebagai petunjuk bahwasannya berdzikir kepada Allah swt sangat dianjurkan dalam berbagai kesempatan dan kondisi. Tidak hanya ketika khusyu’ berdiam diri (tuma’ninah) tetapi juga ketika beraktifitas, qiyaman wa qu’udan baik berdiri maupun duduk, bahkan juga ketika berbaring wa a’la junubihim. Apalagi hanya sekedar menggeleng-gelengkan kepala, selagi hal itu memiliki pengaruh yang positif maka hukumnya boleh-boleh saja. bahkan disunnahkan. Hal inilah yang diinformasikan oleh kitab Fatawal Khalili ala Madzhabil Imamis Syafi’i:
... علمت أن الحركة
فى الذكر والقرأة ليست محرمة ولا مكروهة بل هي مطلوبة فى جملة أحوال
الذاكرين من قيام وقعود وجنوب وحركة وسكون وسفر وحضر وغني وفقر ...
… saya jadi mengerti bahwasannya menggerakkan (anggauta badan) ketika
berdzikir maupun membaca (al-qur’an) bukanlah sesuatu yang haram
ataupun makruh. Akan tetapi sangat dianjurkan dalam semua kondisi baik
ketika berdiri, duduk, berbaring, bergerak, diam, dalam perjalanan, di
rumah, ketika kaya, ataupun ketika faqir… Dengan demikian teringat kita dengan tarian sufi yang dinisbatkan kepada Jalaluddin Rumi. Bagaimana dzikir juga diapresiasikan dalam seni tari.
Sabtu, 15 September 2012
Sejarah Wakaf (2-habis)
blogspot.com
Tanah wakaf (ilustrasi).
Berita Terkait
Imam Az-Zuhri (wafat 124 H) merupakan salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadis yang memfatwakan bolehnya wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam.
Pada zaman kepemimpinan Salahudin Al-Ayyubi, di Mesir sudah berkembang wakaf uang. Hasilnya digunakan untuk membiayai pembangunan negara serta membangun masjid, sekolah, rumah sakit, serta tempat-tempat penginapan.
Di era kejayaan Islam, wakaf menjadi salah satu pilar kekuatan ekonomi dinasti-dinasti Islam. Bermodal pengelolaan harta wakaf yang profesional, dinasti-dinasti Islam mampu menyejahterakan rakyatnya.
Pada zaman keemasan Islam, wakaf tak hanya dikelola dan didistribusikan untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, mengaji para guru, serta beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa.
Rumah sakit pun dibangun di berbagai kota dengan dana wakaf. Semua biaya operasional rumah sakit ditanggung dari dana wakaf. Gaji dokter, perawat, hingga obat-obatan ditanggung dana wakaf. Sehingga, rakyat miskin sekalipun bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima secara cuma-cuma.
Sejarah Wakaf (1)
blogspot.com
Tanah wakaf (ilustrasi)., Wakaf merupakan salah satu ibadah sunah yang
dilakukan seorang Muslim untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik.
Menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, ide wakaf sama tuanya dengan usia manusia.
Para ahli hukum Islam, menurut Esposito, menyebutkan bahwa wakaf yang pertama adalah bangunan suci Ka’bah di Makkah. Yang dalam Surah Ali Imran (3) ayat 96 disebut sebagai rumah ibadah pertama yang dibangun oleh umat manusia.
Sejarah mencatat, wakaf keagamaan pertama terjadi pada masa Rasulullah SAW. Ketika hijrah bersama kaum Muhajirin ke Madinah, umat Islam membangun Masjid Quba.
Inilah wakaf keagamaan pertama yang terjadi dalam sejarah peradaban Islam. Enam bulan setelah membangun Masjid Quba, di pusat Kota Madinah juga dibangun Masjid Nabawi, yang juga dalam bentuk wakaf keagamaan.
Wakaf derma (filantropis) juga dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Seseorang bernama Mukhairiq mendermakan (mewakafkan) tujuh bidang kebun buah-buahan miliknya yang ada di Madinah setelah dia meninggal kepada Nabi SAW pada 626 M.
Nabi SAW mengambil alih kepemilikan tujuh bidang kebun tersebut dan menetapkannya sebagai wakaf derma untuk diambil manfaatnya bagi fakir miskin. Praktik itu diikuti oleh para sahabat Nabi SAW dan Khalifah Umar bin Khattab.
Tak lama setelah Nabi SAW wafat, Khalifah Umar bin Khattab (635-645 M) memutuskan untuk membuat dokumen tertulis mengenai wakafnya di Khaibar. Dia mengundang beberapa sahabat untuk menyaksikan penulisan dokumen tersebut. Wakaf itu kemudian dikenal sebagai wakaf keluarga.
KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Rasulullah saw bersabda : "Menuntut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan".
اعلم, بأنه لايفترض على كل مسلم، طلب كل علم وإنما يفترض عليه طلب علم الحال كما قال: وأفضل العلم علم الحال، وأفضل العمل حفظ الحال
Perlu diketahui bahwa, kewajiban menuntut ilmu bagi muslim
laki-laki dan perempuan ini tidak untuk sembarang ilmu, tapi terbatas
pada ilmu agama, dan ilmu yang menerangkan cara bertingkah laku atau
bermuamalah dengan sesama manusia. Sehingga ada yang berkata, "Ilmu yang
paling utama ialah ilmu Hal. Dan perbuatan yang paling mulia adalah
menjaga perilaku." Yang dimaksud ilmu hal ialah ilmu agama islam, shalat
misalnya.
ويفترض على المسلم طلب ما
يقع له فى حاله، فى أى حال كان، فإنه لابد له من الصلاة فيفترض عليه علم ما
يقع له فى صلاته بقدر ما يؤدى به فرض الصلاة،
Oleh karena setiap
orang islam wajib mengerjakan shalat, maka mereka wajib mengetahui
rukun-rukun dan sarat-sarat sahnya shalat, supaya dapat melaksanakan
shalat dengan sempurna.
ويجب عليه بقدر ما يؤدى به الواجب، لأن ما
يتوسل به إلى إقامة الفرض يكون فرضا، وما يتوسل به إلى إقامة الواجب يكون
واجبا وكذا فى الصوم، والزكاة، إن كان له مال، والحج إن وجب عليه. وكذا فى
البيوع إن كان يتجر.
Setiap orang islam wajib
mempelajari/mengetahui rukun maupun shalat amalan ibadah yang akan
dikerjakannya untuk memenuhi kewajiban tersebut. Karena sesuatu yang
menjadi perantara untuk melakukan kewajiban, maka mempelajari
wasilah/perantara tersebut hukumnya wajib. Ilmu agama adalah sebagian
wasilah untuk mengerjakan kewajiban agama. Maka, mempelajari ilmu agama
hukumnya wajib. Misalnya ilmu tentang puasa, zakat bila berharta, haji
jika sudah mampu, dan ilmu tentang jual beli jika berdagang.
قيل
لمحمد بن الحسن، رحمة الله عليه: لما لاتصنف كتابا فى الزهد؟ قال: قد صنفت
كتابا فى البيوع، يعنى: الزاهد من يحترز عن الشبهات والمكروهات فى
التجارات.
Muhammad bin Al-Hasan pernah ditanya mengapa beliau
tidak menyusun kitab tentang zuhud, beliau menjawab, "aku telah
mengarang sebuah kitab tentang jual beli." Maksud beliau adalah yang
dikatakan zuhud ialah menjaga diri dari hal-hal yang subhat (tidak jelas
halal haramnya) dalam berdagang.
وكذلك فى سائر المعاملات والحرف،
وكل من اشتغل بشيئ منها يفترض عليه علم التحرز عن الحرام فيه. وكذلك يفترض
عليه علم أحوال القلب من التوكل والإنابة والخشية والرضى، فإنه واقع فى
جميع الأحوال.
Setiap orang yang berkecimpung di dunia
perdagangan, wajib mengetahui cara berdagang dalam islam supaya dapat
menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan. Setiap orang juga harus
mengetahui ilmu-ilmu yang berkaitan dengan batin atau hati, misalnya
tawakal, tobat, takut kepada Allah, dan ridha. Sebab, semua itu terjadi
pada segala keadaan.
=======rujukan kitab TAKLIMUL MUTAALIM
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Rasulullah saw bersabda : "Menuntut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan".
اعلم, بأنه لايفترض على كل مسلم، طلب كل علم وإنما يفترض عليه طلب علم الحال كما قال: وأفضل العلم علم الحال، وأفضل العمل حفظ الحال
Perlu diketahui bahwa, kewajiban menuntut ilmu bagi muslim laki-laki dan perempuan ini tidak untuk sembarang ilmu, tapi terbatas pada ilmu agama, dan ilmu yang menerangkan cara bertingkah laku atau bermuamalah dengan sesama manusia. Sehingga ada yang berkata, "Ilmu yang paling utama ialah ilmu Hal. Dan perbuatan yang paling mulia adalah menjaga perilaku." Yang dimaksud ilmu hal ialah ilmu agama islam, shalat misalnya.
ويفترض على المسلم طلب ما
يقع له فى حاله، فى أى حال كان، فإنه لابد له من الصلاة فيفترض عليه علم ما
يقع له فى صلاته بقدر ما يؤدى به فرض الصلاة،
Oleh karena setiap orang islam wajib mengerjakan shalat, maka mereka wajib mengetahui rukun-rukun dan sarat-sarat sahnya shalat, supaya dapat melaksanakan shalat dengan sempurna.
ويجب عليه بقدر ما يؤدى به الواجب، لأن ما يتوسل به إلى إقامة الفرض يكون فرضا، وما يتوسل به إلى إقامة الواجب يكون واجبا وكذا فى الصوم، والزكاة، إن كان له مال، والحج إن وجب عليه. وكذا فى البيوع إن كان يتجر.
Setiap orang islam wajib mempelajari/mengetahui rukun maupun shalat amalan ibadah yang akan dikerjakannya untuk memenuhi kewajiban tersebut. Karena sesuatu yang menjadi perantara untuk melakukan kewajiban, maka mempelajari wasilah/perantara tersebut hukumnya wajib. Ilmu agama adalah sebagian wasilah untuk mengerjakan kewajiban agama. Maka, mempelajari ilmu agama hukumnya wajib. Misalnya ilmu tentang puasa, zakat bila berharta, haji jika sudah mampu, dan ilmu tentang jual beli jika berdagang.
قيل لمحمد بن الحسن، رحمة الله عليه: لما لاتصنف كتابا فى الزهد؟ قال: قد صنفت كتابا فى البيوع، يعنى: الزاهد من يحترز عن الشبهات والمكروهات فى التجارات.
Muhammad bin Al-Hasan pernah ditanya mengapa beliau tidak menyusun kitab tentang zuhud, beliau menjawab, "aku telah mengarang sebuah kitab tentang jual beli." Maksud beliau adalah yang dikatakan zuhud ialah menjaga diri dari hal-hal yang subhat (tidak jelas halal haramnya) dalam berdagang.
وكذلك فى سائر المعاملات والحرف، وكل من اشتغل بشيئ منها يفترض عليه علم التحرز عن الحرام فيه. وكذلك يفترض عليه علم أحوال القلب من التوكل والإنابة والخشية والرضى، فإنه واقع فى جميع الأحوال.
Setiap orang yang berkecimpung di dunia perdagangan, wajib mengetahui cara berdagang dalam islam supaya dapat menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan. Setiap orang juga harus mengetahui ilmu-ilmu yang berkaitan dengan batin atau hati, misalnya tawakal, tobat, takut kepada Allah, dan ridha. Sebab, semua itu terjadi pada segala keadaan.
=======rujukan kitab TAKLIMUL MUTAALIM
Oleh karena setiap orang islam wajib mengerjakan shalat, maka mereka wajib mengetahui rukun-rukun dan sarat-sarat sahnya shalat, supaya dapat melaksanakan shalat dengan sempurna.
ويجب عليه بقدر ما يؤدى به الواجب، لأن ما يتوسل به إلى إقامة الفرض يكون فرضا، وما يتوسل به إلى إقامة الواجب يكون واجبا وكذا فى الصوم، والزكاة، إن كان له مال، والحج إن وجب عليه. وكذا فى البيوع إن كان يتجر.
Setiap orang islam wajib mempelajari/mengetahui rukun maupun shalat amalan ibadah yang akan dikerjakannya untuk memenuhi kewajiban tersebut. Karena sesuatu yang menjadi perantara untuk melakukan kewajiban, maka mempelajari wasilah/perantara tersebut hukumnya wajib. Ilmu agama adalah sebagian wasilah untuk mengerjakan kewajiban agama. Maka, mempelajari ilmu agama hukumnya wajib. Misalnya ilmu tentang puasa, zakat bila berharta, haji jika sudah mampu, dan ilmu tentang jual beli jika berdagang.
قيل لمحمد بن الحسن، رحمة الله عليه: لما لاتصنف كتابا فى الزهد؟ قال: قد صنفت كتابا فى البيوع، يعنى: الزاهد من يحترز عن الشبهات والمكروهات فى التجارات.
Muhammad bin Al-Hasan pernah ditanya mengapa beliau tidak menyusun kitab tentang zuhud, beliau menjawab, "aku telah mengarang sebuah kitab tentang jual beli." Maksud beliau adalah yang dikatakan zuhud ialah menjaga diri dari hal-hal yang subhat (tidak jelas halal haramnya) dalam berdagang.
وكذلك فى سائر المعاملات والحرف، وكل من اشتغل بشيئ منها يفترض عليه علم التحرز عن الحرام فيه. وكذلك يفترض عليه علم أحوال القلب من التوكل والإنابة والخشية والرضى، فإنه واقع فى جميع الأحوال.
Setiap orang yang berkecimpung di dunia perdagangan, wajib mengetahui cara berdagang dalam islam supaya dapat menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan. Setiap orang juga harus mengetahui ilmu-ilmu yang berkaitan dengan batin atau hati, misalnya tawakal, tobat, takut kepada Allah, dan ridha. Sebab, semua itu terjadi pada segala keadaan.
=======rujukan kitab TAKLIMUL MUTAALIM
Jumat, 14 September 2012
Subhanallah, Inilah Keutamaan Basmalah
Dalam kitab an-Nawadir, karya Ahmad Syihabudin bin Salamah al-Qalyubiy dikisahkan, ada seorang Yahudi yang mencintai seorang wanita sampai tergila-gila. Akibatnya, ia merasa makan dan minum tak enak serta tidur tak nyeyak.
Akhirnya, ia menemui Atha' al-Akbar untuk menanyakan jalan keluar atas kesulitan yang dihadapinya itu. Atha' lantas menuliskan kalimat basmalah (Bismillahir-rahmanir-rahim) di sehelai kertas, lalu berkata kepadanya. “Bacalah ini, mudah-mudahan Allah SWT melalaikanmu dari mengingat wanita itu serta mengaruniakan wanita itu kepadamu.”
Setelah tulisan itu dibacanya, ia berkata, “Wahai Atha', aku telah merasakan manisnya iman dan telah bersinar cahaya di dalam kalbuku hingga sekarang aku telah melupakan wanita itu. Ajarkanlah Islam kepadaku.”
Maka, Atha' mengajarkan tentang Islam kepadanya. Sebab, keberkahan basmalah itu, ia pun masuk islam. Keislaman orang Yahudi itu terdengar oleh wanita yang dahulu disenanginya.
Lantas wanita itu datang menemui Atha' dan berkata kepadanya. “Ya imam al-Muslimin, saya adalah wanita yang disebutkan oleh lelaki Yahudi yang masuk Islam itu. Semalam saya bermimpi didatangi oleh seseorang dan orang itu berkata kepada saya. “Jika Anda ingin melihat tempat Anda di dalam surga maka menghadaplah kepada Atha', karena ia akan memperlihatkannya kepada Anda. Nah, sekarang aku telah berada di hadapan tuan, maka katakanlah kepadaku, di mana surga itu?”
Atha' menjawab, “Jika Anda menginginkan surga maka Anda harus membuka pintunya terlebih dahulu, baru memasukinya.” Wanita itu bertanya, “Bagaimana aku dapat membuka pintunya?” Jawab Atha', “Ucapkanlah Bismillahir-rahmanir-rahim.”
Setelah wanita itu membaca basmalah, lalu berkata, “Wahai Atha', kurasakan ada seberkas cahaya bersinar dalam kalbuku dan kerajaan Allah dapat kulihat. Ajarkanlah Islam kepadaku.”
Kemudian, Atha' mengajarkan Islam kepadanya. Berkat basmalah, wanita itu akhirnya masuk Islam. Lalu, ia pulang kembali ke rumahnya. Pada malam harinya ketika tidur, ia bermimpi seakan-akan masuk ke dalam surga, menyaksikan istana-istana dan kubah-kubah di dalamnya. Di antara salah satu k
RASULULLAH TAK RELA JIKA UMATNYA DI NERAKA
Ketika surga dan neraka telah terkunci, dan semua umat manusia telah dimasukkan ke dalam surga dan neraka sesuai dengan amalannya dan mereka telah menikmati ganjaran atau merasakan hukuman atas apa yang mereka kerjakan dalam waktu yang begitu lama, Allah SWT menanyakan kepada Malaikat Jibril, subhanallah sesungguhnya Allah Mahatahu, “Apakah ada umat Muhammad SAW yang masih tertinggal di dalam neraka?”
Maka Malaikat Jibril pun pergi ke neraka Jahanam.
Neraka Jahanam yang begitu gelap tiba-tiba berubah menjadi terang benderang karena kedatangan Jibril.
Para penghuni Jahanam pun bertanya-tanya, siapakah yang datang, mengapa Jahanam tiba-tiba-tiba terang benderang.
Malaikat Jibril pun menjawab bahwa dia adalah Malaikat Jibril, yang diutus oleh Allah SWT untuk mencari apakah ada umat Muhammad yang masih terselib di neraka Jahanam.
Tiba-tiba sekelompok orang berteriak, “Sampaikan salam kami kepada Rasulullah SAW, beri tahukan keadaan kami di tempat ini kepada beliau.”
Jibril pun keluar dari neraka Jahanam dan pergi ke surga untuk memberitahukan hal itu kepada Rasulullah.
Rasulullah begitu bersedih mendengar bahwa masih ada umatnya yang tertinggal di dalam neraka dalam waktu yang sudah begitu lama. Beliau tidak ridha ada umatnya yang masih tertinggal di neraka walau dosanya sepenuh bumi.
Rasulullah SAW pun bergegas hendak pergi neraka.
Tapi di perjalanan beliau terhadang oleh garis batas Malaikat Israfil. Tidak ada seorang pun boleh melintasi garis itu kalau tidak seizin Allah SWT.
Rasulullah SAW pun mengadu kepada Allah SWT, dan akhirnya beliau diizinkan.
Tapi sesudah itu Allah SWT mengingatkan Rasulullah bahwa umat itu telah meremehkan beliau. “Ya Allah, izinkan aku memberi syafa’at kepada mereka itu walau mereka punya hanya punya iman sebesar zarrah.”
Sesampainya Rasulullah di neraka Jahanam, padamlah api neraka yang begitu dahsyat itu.
Penduduk Jahanam pun berucap, “Apa yang terjadi, mengapa api Jahanam ini tiba-tiba padam? Siapakah yang datang lagi?”
Rasulullah SAW menjawab, “Aku Muhammad SAW yang datang, siapa di antara kalian yang jadi umatku dan punya iman sebesar zarrah, aku datang untuk mengeluarkannya.”
Demikianlah kecintaan Rasulullah kepada umatnya, beliau akan memperjuangkannya sampai di hadapan Allah SWT. Lalu bagaimana kecintaan kita sebagai umat Rasulullah SAW kepada pribadi yang begitu agung itu?
MENYEGERAKAN DIRI DALAM KEBAJIKAN
wiseearth.org
Dunia
memiliki tiga waktu; kemarin, hari ini dan esok hari. Kemarin dan waktu
lampau tidak akan pernah kembali lagi, sehingga kita tidak mungkin
meraihnya
Sementara itu, umur manusia memiliki dua sifat: Pertama, ia tidak akan berjalan terus tanpa henti, baik manusia sedang mengalami kesedihan maupun kegembiraan, sedang sehat ataupun sakit.
Kedua, umur yang telah lalu tidak akan pernah kembali lagi, sehingga penyesalan terjadi ketika kesempatannya tidak terulang kembali.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka Allah SWT memberikan petunjuk-Nya agar manusia menyegerakan diri dalam kebajikan sebelum disibukkan dengan banyak urusan, memanfaatkan umur, masa sehat, masa jaya, masa muda, masa luang sebelum datang masa-masa kebalikannya.
Allah SWT berfirman, “Dan bersegeralah menuju kepada ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133).
Dalam sebuah hadis dari Ibnu Abbas RA dikabarkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, luangmu sebelum sempitmu, mudamu sebelum tuamu, dan kayamu sebelum fakirmu.” (HR. Ahmad).
Sejarah mencatat bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki keutamaan di antara para sahabat lainnya disebabkan dua hal: Pertama, senantiasa membenarkan Rasul. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW memberinya gelar Ash-Shiddiq (orang yang selalu membenarkan kata dan ucapan Rasul SAW).
Kedua, senantiasa menjadi penyegera atau orang pertama dalam banyak hal. Oleh sebab itu, ia masuk dalam kelompok perintis perjuangan pemula masa Rasulullah SAW yang dikenal dengan istilah As-Sabiqun Al-Awwalun yang dijanjikan Allah masuk surga. (QS. At-taubat: 100).
Keutamaan memang milik orang-orang yang membenarkan bukan pada penyegeraan. Namun, Abu Bakar memiliki keutamaan dan urgensitas karena membenarkan Rasul dan menyegarakan (menjadi yang pertama) dalam banyak hal.
Menyegerakan atau menjadi yang pertama banyak hal menjadi perkara yang urgen karena memenuhi kebutuhan, menentramkan dan memberikan kepastian. Sehingga membenarkan dan menyegerakan merupakan gabungan dari sifat kemuliaan yang jika keduanya bersatu pada diri seseorang akan melahirkan kesempurnaan.
Dalam hadis Ibnu Abbas, Rasulullah SAW menceritakan mengenai 70 ribu umatnya yang masuk surga tanpa hisab dan azab neraka. Salah seorang sahabat bernama Ukasah bin Mahshan berkata, "Doakanlah aku agar menjadi golongan mereka."
Rasulullah SAW menjawab, "Engkau bagian dari mereka."
Kemudian seorang sahabat lain berdiri dan berkata, "Doakan pula aku menjadi golongan mereka wahai Rasul!"
Rasulullah SAW menjawab, “Ukasah telah mendahuluimu." (HR. Bukhari-Muslim).
Jawaban Rasulullah ini mengisyaratkan bahwa para penyegera atau menjadi yang pertama memiliki maqam (tempat) yang berbeda dengan yang di belakangnya termasuk dalam masalah agama. Apalagi semua orang mengetahui bahwa para penyegera dan menjadi yang pertama jelas berbeda kualitasnya dengan yang bergerak lambat atau pemalas. Wallahu a'lam.
BERKAH DAN BALASAN SEDEKAH
Berkah dan Balasan Sedekah
Dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, Abdullah ibnu Mubarak, ulama termasyhur abad ke-12 (1118 M/797 H) singgah di Kota Kufah, Irak. Di kota itu, ia melihat seorang wanita sedang mencabuti bulu itik di tempat sampah.
Dalam hatinya, Ibnu Mubarak merasa bahwa itik itu sudah mati dan telah menjadi bangkai. Ia pun menanyakan hal tersebut kepada si. “Apakah itik ini bangkai atau sudah disembelih?”
Wanita itu menjawab dengan tegas bahwa hewan itu sudah menjadi bangkai dan ia akan tetap mengambilnya untuk dimakan bersama keluarganya.
Karena tak ingin hal itu menimbulkan kemudharatan kepada wanita tersebut maka Ibnu Mubarak terus menanyakan. “Bukankah Nabi SAW telah mengharamkan daging bangkai?” ujar Ibnu Mubarak. Namun demikian, wanita itu tetap pada pendiriannya.
Ia pun membentak dan memerintahkan Ibnu Mubarak untuk meninggalkan dirinya dengan bangkai tersebut. “Sudah, pergilah kau dari sini!
Tapi, Ibnu Mubarak tetap bertahan dan terus menanyakannya, hingga akhirnya wanita itu membuka rahasianya. Wanita itu menjawab, “Aku mempunyai putra yang masih kecil-kecil, sudah tiga hari mereka tidak makan, sehingga aku terpaksa memberi mereka daging bangkai ini.”
Mendengar jawaban sedih wanita itu, Abdullah bin Mubarak segera pergi kembali mengambil makanan dan pakaian, yang diangkut dengan menggunakan keledainya. Kemudian, ia kembali ke tempat wanita itu. Setelah bertemu muka, ia berkata, “Ini uang, pakaian, dan makanan. Ambillah berikut keledai dan segala yang ada padanya!”
Kemudian, Ibnu Mubarak tinggal di kota itu karena waktu haji telah lewat. Akhirnya, ketika orang-orang telah menunaikan haji pulang kembali ke negeri mereka, maka Abdullah pulang juga bersama mereka.
Setelah tiba di kotanya, orang-orang datang kepadanya sambil mengucapkan selamat karena telah menunaikan ibadah haji. Tetapi, Ibnu Mubarak menjawab, “Tahun ini aku tidak jadi naik haji!”
Seseorang menegurnya, “Subhanallah, bukankah aku telah menitipkan uangku kepada Anda, lalu aku ambil kembali di Arafah?” Yang lain berkata, “Bukankah Anda telah memberi minum di suatu tempat dulu?” Sementara yang lain berkata pula, “Bukankah Anda telah membelikanku ini dan itu?”
Abdullah menjawab, “Aku tidak mengerti apa yang kalian katakan, sebab aku tidak jadi naik haji pada tahun ini.” Pada intinya, mereka yang menemui Abdullah ibnu Mubarak menyaksikan dirinya menunaikan ibadah haji.
Pada malam harinya, di kala tidur, Abdullah ibnu Mubarak bermimpi. Ia mendengar suara gaib yang mengatakan, “Hai Abdullah, sesungguhnya Allah telah menerima sedekahmu dan telah mengutus seorang malaikat menyerupai dirimu untuk melaksanakan ibadah haji sebagai ganti dirimu!”
Kisah yang terdapat dalam kitab “An-Nawadir” karya Ahmad Syihabudin bin Salamah Al-Qalyubiy ini memberikan pelajaran kepada kita untuk lebih mendahulukan membantu orang yang membutuhkan uluran tangan, ketimbang melaksanakan haji berkali-kali. Apalagi bila hanya untuk memuaskan nafsu semata. Wallahu a’lam.
Jumat, 07 September 2012
HUKUM MENGUSAP WAJAH SETELAH SOLAT DAN BER DOA
Dalam
kehidupan masyarakat sering kita dengar mengenai ucapan/ klaim bahwa
mengusap wajah setelah berdoa merupakan sesuatu hal yang diada-adakan
(bid’ah). Hal itu menjadi suatu permasalahan tersendiri yang mana ada
yang menerima pendapat tersebut, ada juga yang menolak.
Dalam
risalah ringkas ini kami ingin memberikan beberapa dalil tentang
bolehnya mengusap wajah setelah berdoa atau bahkan anjuran untuk
mengusap wajah setelah berdoa.
DALIL–DALIL HADITS TENTANG MENGUSAP WAJAH SETELAH BERDOA
Hadits Pertama:
Dari
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ia berakata: Rasulullah shalallahu alaihu
wa salam telah bersabda: “Jika engkau berdoa kepada Allah meka
berdoalah dengan telapak tangan, dan jangan berdoa dengan punggung
tangan. Jika telah selesai, maka usaplah wajahmu dengan keduanya”.
Al Hafidz Al Bushairi dalam Zawaid Ibnu Majah
(1/390) menyatakan bahwa hadits ini sejatinya dhoif, karena ada perowi
yang bernama Sholih bin Hasan, akan tetapi ada syahid dari hadits Ibnu
Umar.
Ini
isyarat, bahwa hadits ini hasan. Sehingga Hafidz Ibnu Hajar dalam
Bulughul Maram juga menghasankan hadits ini, beliau berakata,”ia (hadits
ini) memiliki syawahid (beberapa penguat), salah satunya adalah hadits
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma dalam Abu Dawud dan yang lain,
perkumpulan hadits ini menjadikannya hasan (Subul As Salam 2/204)
Adapun Shalih bin Hasan tidak sendirian, beliau memiliki mutabik yaitu
Isa bin Maimun. Mutab’ah ini dikeluarkan oleh Ishaq bin Rahweh dalam
Musnadnya (dalam Nashbu Ar Rayah 3/52), juga Al Maruzi dalam Qiyam Al
Lail (141).
Sedangkan
syawahidnya adalah Hadits As Saib bin Kholad dan anaknya, Umar dan
anaknya Abdullah, serta mursal Zuhri. Hadits As Saib bin Kholad atau
anaknya diriwayatkan dalam Musnad Ahmad (4/221), Abu Dawud (1492) dan
Thabrani dalam Al Kabir (22/241,242)
Hadits Kedua:
Dari
As Sa’ib bin Yazid dari ayahnya:”Bahwa sesungguhnya Rasulullah
shalallahu alaihi wasalam jika setelah selesai berdoa mengusap wajah
dengan tangannya”.
Dalam hadits ini ada Hafsh bin Hashim yang majhul, juga ada Ibnu Luhai’ah yang terkenal dhoif. Akan tetapi hadits ini hasan karena beberapa sebab.
1. Hafsh bin Hashim memiliki penguat (mutabik), dan ini termasuk hadits Ibnu Luhai’ah yang shahih, berikut penjelasannya:
1) Hafsh bin Hashim bin Utbah,
memang tidak diketahui, sehingga Ibnu Hajar dalam Tahdzib (2/420-421)
menyatakan bahwa sebetulnya yang menempati posisi Hafsh adalah Habban
bin Washi’. Beliau menilai bahwa Ibnu Luhai’ah yang salah menyebut nama
dalam hal ini. Itu dikarenakan, dalam kitab-kitab sejarah tidak pernah
disebutkan ada orang yang bernama Hafsh bin Hashim, juga tidak ada yang
menyebutkan bahwa Bin Utbah memiliki anak yang bernama Hafsh. Adapun
Habban bin Wasik memang jelas-jelas menjadi syeikhnya Ibnu Luhai’ah
dalam hadits ini dan dia tidak bermasalah karena termasuk rijal Muslim.
Nah jika ini diterima, maka sudah tidak ada masalah dengan Hafsh, karena
digantikan dengan Habban bin Washi’ yang termasuk rijal Muslim. Jika
tidak diterima maka tetap ada perowi yang majhul, tapi posisi Habban
menjadi sebagai mutabik atas Hafsh, sehingga tidak ada masalah juga.
2) Ibnu Luhai’ah:
Hadits Qutaibah Bin Sa’id yang berasal dari Ibnu Luhai’ah Shahih. Dalam
Tahdzib Kamal (23/494), Imam Ahmad berkata kepada
Qutaibah,”hadits-haditsmu yang berasal dari Ibnu Luhai’ah Shahih. Hal
ini dikarenakan Qutaibah menulisnya dari buku Abdullah bin Wahab dan
mendengarkannya dari Ibnu Luhai’ah. Dan hadits di atas termasuk hadits
Qutaibah yang berasal dari Ibnu Luhai’ah. Dari sinilah hadits ini dinailai hasan.
Hadits Ketiga:
Dari
Umar radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shalallahu alaihi wasalam jika
mengangkat kedua tangnnya untuk berdoa, maka beliau tidak menariknya,
hingga mengusap dengannya wajahnya.
Dikeluarkan oleh Tirmdzi
(3386), Al Hakim (1/536), AT Thabrani dalam Ad Du’a’(212,213)Abnu Al
Jauzi dalam ‘Ilal (1406)dan Abdul Ghani bin Sa’id Al Azdi dalam Idhah Al
Isykal dan As Silafi dalam Mu’jam As Safar (41).
At
Tirmidzi berkata : ”Hadits ini gharib, kami hanya mendapatkannya dari
Hammad ibn ‘Isa Al Juhani. Dan dia menyendiri dalam meriwayatkan hadits
ini. Dia hanya mempunyai (meriwayatkan) beberapa hadits saja, tapi orang-orang meriwayatkan darinya.”
Sedangkan Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (1/253,254) menyatakan bahwa
tidak boleh berhujjah dengannya (Hammad). Tentu, tidak boleh berhujah
tidak menghalangi untuk mengambilnya sebagai syahid atau berhujjah
sebagai mutaba’ah.
Sedangkan Abu Bakar Al Bazar (1/243) menyatakan: Dia layin hadits, dan haditsnya yang dhoif adalah hadits ini. Sedangkan Ibnu Ma’in mengatakan: Syeikh Shalih. Dzahabi dalam Mizan (1/598 ) dia dhoif menurut Abu Dawud, Abu Hatim dan Daruquthni, dan tidak meninggalkannya. Hafidz
dalam At Taqrib (1503) menyatakan: “Dhoif”. Iraqi dalam Tahrij Ihya’
(1/350) juga mendhoifkan saja, juga Nawawi dalam Al Adzkar. Dan Hafidz
Abdul Ghani Al Maqdisi memasukannya dalam An Nashihah fi Al Ad’iyah As
Shahihah (14).
Dari
paparan di atas, maka hadits tidak mutlak ditinggalkan, akan tetapi
masih bisa diambil sebagai syahid, dan ini juga pendapat Hafidz Ibnu
Hajar, hingga beliau menyatakan bahwa ”ia (hadits ini) memiliki syawahid
(beberapa penguat), salah satunya adalah hadits Ibnu Abbas radhiyallahu
anhuma dalam Abu Dawud dan yang lain, perkumpulan hadits ini
menjadikannya hasan (Subul As Salam 2/204).
Dalil Hadist Mursal
Mursal Az Zuhri, yang dikeluarkan oleh Abdu Ar Razak dalam Mushanaf (2/247). Dari Ma’mar dari Az Zuhri, ia mengatakan:”Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mengangkat kedua tangannya di dada dalam doa, kemudian mengusapkan keduanya di wajah. Abdurrazak mengatakan,”Sepertinya aku melihat Ma’mar melakukannya, dan aku melakukan hal itu juga.
Ini
adalah mursal yang shahih isnadnya, dan hujjah walau berdiri sendiri
menurut jumhur, seperti Ibnu Musayyab, Malik, Abu Hanifah dan dalam
riwayat termashur Ahmad, sebagaimana disebutkan dalam ushul. Adapun
Syafi’i tidak menerima mursal kecuali dengan didukung salah satu lima
hal, yang juga ma’ruf dalam ilmu ushul. Dan mursal ini termasuk mursal
yang memenuhi syarat Syafi’i, karena didukung oleh atsar sahabat.
Atsar dari Shahabat
Berberapa atsar tentang masalah ini adalah atsar dengan sanad jayid yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad (609)
Juga
atsar yang diriwayatkan oleh Abdu Ar Razak dalam Al Mushanaf (3256)
bahwa Ibnu Juraij dan Yahya bin Sa’id menyatakan bahwa orang-orang
sebelum mereka mengusap wajah setelah berdoa.
Jelas,
maka orang-orang sebelum Ibnu Juraij dan Yahya adalah para sahabat dan
kibar tabi’in. Sedangkan Al Marwazi menyebutkan dalam Qiyam Al Lail
(236) tentang atsar dari Al Hasan Al Bashri, Abu Ka’ab Al Bashri serta
Ishaq bin Rahweh dalam masalah ini. Tentang Atsar Al Hasan Al Bashri,
Imam As Suyuthi menyatakan dalam Fadh Al Wi’a’ (101): “Isnadnya hasan”.
Dari
sini, maka apa yang dikatakan Hafidz Ibnu Hajar, Hafidz Al Bushoiri dan
Al Munawi bahwa hadits ini hasan sangat beralasan. Allahu’alam
(Diambil dari At Ta’rif (4/504-515), Cet.2, Dar Buhuts wa Ihya Turats Emirat)
Begitu pula orang yang telah selesai
melaksanakan shalat, ia juga disunnahkan mengusap wajah dengan kedua
tangannya, sebab shalat secara bahasa berarti berdoa. Di dalam shalat
terkandung doa-doa kepada Allah SWT Sang Khaliq. Sehingga orang yang
mengerjakan shalat berarti juga sedang berdoa. Maka wajar jika setelah
shalat ia juga disunnahkan untuk mengusap muka.
Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin menyatakan: Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar, dan kami juga meriwayatkan hadits dalam kitab Ibnus Sunni dari Sahabat Anas bahwa Rasulullah SAW apabila selesai melaksanakan shalat, beliau mengusap wajahnya dengan tangan kanannya. Lalu berdoa:
Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin menyatakan: Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar, dan kami juga meriwayatkan hadits dalam kitab Ibnus Sunni dari Sahabat Anas bahwa Rasulullah SAW apabila selesai melaksanakan shalat, beliau mengusap wajahnya dengan tangan kanannya. Lalu berdoa:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إلهَ إلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ اَللَّهُمَّ اذْهَبْ عَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ
“Saya bersaksi tiada Tuhan kecuali Dia Dzat Yang maha Pengasih dan penyayang. Ya Allah Hilangkan dariku kebingungan dan kesusahan.” (I’anatut Thalibin, juz I, hal 184-185)
Dari
keterangan hadits dan atsar dari Shahabat tersebut, sangat jelas bahwa
mengusap wajah setelah berdoa adalah boleh dan bukan sesuatu yang
bid’ah. Hal ini menjadi bukti bahwa mengusap muka setelah shalat memang
dianjurkan dalam Islam. Karena Nabi Muhammad SAW juga mengusap muka
setelah shalat.
Wallahu a’lamu bish-shawab