- Perintah mengingati Hari – Hari Allah (12 rabiul awwal
adalah hari lahir, hijrah (nabi sampai di madinah) dan wafat nabi
Muhammad SAW)
[14:5] Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa
dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya):
“Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang
dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah781“.
Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. (QS Ibrahim 5)
(Hari/peristiwa dimana Allah memberikan Nikmat
kepada Orang-orang yang beriman dan Hari/peristiwa dimana Allah
menimpakan azab bagi orang orang kafir)
Ketahuilah bahwa maulid /kelahian Nabi adalah Nikmat terbesar bagi semua Makhluq!!
- membaca sirah/kisah Nabi Muhammad SAW (Dalam bentuk syair maupun bayan/ceramah)
Sirah, atau sejarah hidup Rasulullah SAW itu sangat perlu dibaca dan
dikaji karena penuh inspirasi dan bisa memantapkan iman. Allah SWT
berfirman
[11:120] Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (QS Hud 120)
- Membaca shalawat.
Bahkan Allah SWT dan para malaikat bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW :
[33:56] Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya
(Surat Al-ahzab 56)
Sebagaimana diketahui, setiap tanggal 12 Rabiul Awal, kita
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Peringatan ini dimaksudkan untuk
mengingat tiga peristiwa besar yang dialami oleh Rasulullah SAW, yakni
kelahiran, Hijrah dan wafatnya Muhammad SAW.
Mengenai Maulid Lagi
Tersebut di dalam kitab I’anathuth Tholibin oleh Sayyidisy-Syaikh Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi:-
Telah berkata Imam Hasan al-Bashri (Wafat 116H, pernah bertemu dengan lebihkurang 100 orang shahabat): “Aku kasih jika ada bagiku seumpama gunung Uhud emas untuk kunafkahkan atas pembacaan mawlid ar-Rasul”.
Telah berkata Shaikh Junaid al-Baghdadi (wafat 297H): “Sesiapa yang hadir mawlid ar-Rasul dan membesarkan kadar baginda, maka telah berjayalah dia dengan iman”.
Kata-kata
ulama ini juga boleh didapati didalam kitab an-Nafahatul Miskiyyah fi
fadhilathi qiraati maulidi khairil bariyyah karangan asy-Shaikh Muhammad bin Abdullah as-Suhaimi dan juga terjemahannya yang bertajuk Hembusan Kasturi oleh Fadhilatul Ustaz Taha as-Suhaimi.
Selain
itu bagi menjawab tohmahan mereka kononnya ulamak silam mencerca
sambutan ini, kita bawakan kata-kata yang jelas dari tiga ulamak yang
kehebatan mereka diakui semua.
1) Al-Imam al-Hujjah al-Hafiz as-Suyuthi:
Di dalam kitab beliau, al-Hawi
lil Fatawa, beliau telah meletakkan satu bab yang dinamakan Husnul
Maqsad fi ‘Amalil Maulid, halaman 189, beliau mengatakan: Telah ditanya
tentang amalan Maulid Nabi صلى الله عليه وسلم pada bulan Rabiul Awal,
apakah hukumnya dari sudut syara’? Adakah ia dipuji atau dicela? Adakah
pelakunya diberikan pahala atau tidak?
Dan
jawapannya di sisiku: Bahawasanya asal kepada perbuatan maulid, iaitu
mengadakan perhimpunan orangramai, membaca al-Quran, sirah Nabi dan
kisah-kisah yang berlaku pada saat kelahiran baginda dari tanda-tanda
kenabian, dan dihidangkan jamuan, dan bersurai tanpa apa-apa tambahan
daripadanya, ia merupakan bid’ah yang hasanah yang diberikan pahala
siapa yang melakukannya kerana padanya mengagungkan kemuliaan Nabi صلى
الله عليه وسلم dan menzahirkan rasa kegembiraan dengan kelahiran baginda
yang mulia.
2) Syeikh Ibn Taimiyah :
“Di dalam kitab beliau, Iqtidha’ as-Shiratil Mustaqim, cetakan Darul
Hadis, halaman 266, beliau nyatakan: Begitu juga apa yang dilakukan oleh
sebahagian manusia samada menyaingi orang Nasrani pada kelahiran Isa
عليه السلام, ataupun kecintaan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan
mengagungkan baginda, dan Allah mengurniakan pahala kepada mereka atas
kecintaan dan ijtihad ini…”
Seterusnya beliau nyatakan lagi : “Ia tidak dilakukan oleh salaf, tetapi ada sebab baginya, dan tiada larangan daripadanya.”
Kita
pula tidak mengadakan maulid melainkan seperti apa yang dikatakan oleh
Ibn Taimiyah sebagai: “Kecintaan kepada Nabi dan mengagungkan baginda.”
3)
Syeikhul Islam wa Imamussyurraah al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqalani:
Berkata al-Hafiz as-Suyuthi dalam kitab yang disebutkan tadi: Syeikhul
Islam Hafizul ‘Asr Abulfadhl Ibn Hajar telah ditanya tentang amal
maulid, dan telah dijawab begini: “Asal amal maulid (mengikut cara yang
dilakukan pada zaman ini) adalah bid’ah yang tidak dinaqalkan dari
salafussoleh dari 3 kurun (yang awal), walaubagaimanapun ia mengandungi
kebaikan serta sebaliknya. Maka sesiapa yang melakukan padanya kebaikan
dan menjauhi yang buruk, ia merupakan bid’ah yang hasanah.
Telah
jelas bagiku pengeluaran hukum ini dari asal yang tsabit iaitu apa yang
tsabit dalam shahihain (shahih al-Bukhari dan shahih Muslim) bahawa
Nabi صلى الله عليه وسلم ketika tiba di Madinah mendapati orang Yahudi
berpuasa Asyura’, lalu baginda bertanya kepada mereka (sebabnya). Mereka
menjawab: Ia merupakan hari ditenggelamkan Allah Fir’aun dan
diselamatkan Musa, maka kami berpuasa kerana bersyukur kepada Allah.
Maka diambil pengajaran darinya melakukan kesyukuran kepada Allah atas
apa yang Dia kurniakan pada hari tertentu, samada cucuran nikmat atau
mengangkat kesusahan.”
Seterusnya beliau berkata lagi:
Dan apakah nikmat yang lebih agung dari nikmat diutuskan Nabi ini صلى
الله عليه وسلم, Nabi Yang Membawa Rahmat, pada hari tersebut? Dan ini
adalah asal kepada amalan tersebut. Manakala apa yang dilakukan padanya,
maka seharusnya berlegar pada apa yang difahami sebagai bentuk
kesyukuran kepada Allah Ta’ala samada tilawah, memberi makan, sedekah,
membacakan puji-pujian kepada Nabi, penggerak hati atau apa sahaja
bentuk kebaikan dan amal untuk akhirat.”
Inilah istinbat-istinbat yang
dikatakan oleh mereka yang menentang sambutan maulid (anti-maulid)
sebagai istidlal yang bathil serta qias yang fasid, lalu mereka
mengingkarinya. Cukuplah bagi kita memerhatikan siapakah yang
mengingkari dan siapa pula yang mereka ingkari!!!
P
ERINGATAN MAULID NABI SAW
ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat
bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok
muslimin, saya akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an,
(logika dan syariah).
Sifat manusia cenderung merayakan
sesuatu yg membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan,
kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan,
berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan
lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia.
Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw. Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya
• Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam
sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku
dibangkitkan” (QS Maryam 33)
• Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari
kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)
• Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)
• Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi
pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat
saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga
ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang
benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya
kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
• Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
• Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat
melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga
pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari
Almasyhur juz 6 hal 583)
• Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan
runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di
Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur
juz 6 hal 583)
Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian
kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt
telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini,
sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran
Nabi nabi sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw Ketika
beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab :
“Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim
hadits no.1162).
dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan
maulid Nabi saw asal dg puasa. Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman
bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya,
dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw
tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh
saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”,
menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah
dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir :
“bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir
menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas jelas
bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yg berbeda dari hari
hari lainnya bagi amir?,
dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari
kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yg perhatian pada hari
kelahirannya, kalau amir tak acuh dg hari kelahirannya maka pastilah ia
tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan
Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan
kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban
beliau saw yg lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh
diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah
hari kelahirannya, maka mereka yg berpendapat bahwa boleh merayakan
maulid hanya dg puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman
terhadap ilmu bahasa. Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya
boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku,
menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi
beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka jelaslah
sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau
saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai
Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan
membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dg syair yg panjang,
diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka
terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya
dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam
tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala
shahihain hadits no.5417)
Kasih sayang Allah atas kafir yg gembira atas kelahiran Nabi
saw Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam
mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab
menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku
membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul
saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits
no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431).
Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya
Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah
swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dg
kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum
syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan
lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka
tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam
imam diatas yg meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita
bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak
mengingkarinya.
Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid Hassan
bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yg lalu ditegur oleh Umar
ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini
dihadapan orang yg lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw),
lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau
dengar Rasul saw menjawab syairku dg doa : wahai Allah bantulah ia
dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih
Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram,
sebagaimana beberapa hadits shahih yg menjelaskan larangan syair di
masjid, namun jelaslah bahwa yg dilarang adalah syair syair yg membawa
pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yg memuji Allah dan
Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan
didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak
riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar
khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk
melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058,
sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada
beberapa sahabat yg mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata
: “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan
Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid
sebelumnya perlu saya jelaskan bahwa yg dimaksud Al Hafidh adalah mereka
yg telah hafal lebih dari 100.000 hadits dengan sanad dan hukum
matannya, dan yg disebut Hujjatul Islam adalah yg telah hafal 300.000
hadits dengan sanad dan hukum matannya.
1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
Telah jelas dan kuat riwayat yg sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi
saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yg berpuasa hari asyura
(10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata :
“hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa,
maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda
Rasul saw : “kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka
diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yg diberikan pada
suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa
didapatkan dg pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah,
membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yg melebihi kebangkitan Nabi ini?,
telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN
ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164)
2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw
ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi
(Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dg sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi
Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah
untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun,
dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah
beliau saw yg kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw
kepada Allah swt yg telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan
lil’aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita
juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan
mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dg makanan makanan
dan yg serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan.
bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus
mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid” .
3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yg mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yg
diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak
bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal
itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw,
dan bersyukur kepada Allah dg kelahiran Nabi saw.
4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa
keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan
setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah
demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah
menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yg
Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia
gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dg muslim ummat
Muhammad saw yg gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku,
sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan
dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy
dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :
Serupa dg ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab
6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
berkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi
dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh
pelosok dunia dan bersedekah pd malamnya dg berbagai macam sedekah dan
memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan
yg sangat besar”.
7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah
hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”
8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
dengan karangan maulidnya yg terkenal ”al aruus” juga beliau berkata
tentang pembacaan maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu,
dan berita gembira dg tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yg
membacanya serta merayakannya” .
9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah
dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyya h juz 1 hal 148 cetakan al maktab
al islami berkata: ”Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yg
menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.
10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad
yg terkenal dg Ibn Dihyah alkalbi dg karangan maulidnya yg bernama ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”
11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”
12. Imam al Hafidh Ibn Katsir yg karangan kitab maulidnya dikenal dg nama : ”maulid ibn katsir”
13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy dg maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana”
14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al
mukhtar 3 jilid, Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud
asshadi fi maulid al hadi.
15. Imam assyakhawiy dg maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi
16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi dg maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah
17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy yg terkenal dg ibn diba’
dg maulidnya addiba’i
18. Imam ibn hajar al haitsami dg maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam
19. Imam Ibrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala
maulid ibn hajar
20. Al Allamah Ali Al Qari’ dg maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi
21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji dg maulidnya yg terkenal maulid barzanji
23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani dg maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad
24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
25. Imam Ibrahim Assyaibaniy dg maulid al maulid mustofa adnaani
26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy dg maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”
27. Syihabuddin Al Halwani dg maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif
28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati dg maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar
29. Asyeikh Ali Attanthowiy dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa
30. As syeikh Muhammad Al maghribi dg maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.
Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yg menentang dan
melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin
yg menentang maulid sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid,
maka mereka ternyata hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam
itu, dengan kelicikan yg jelas jelas meniru kelicikan para misionaris
dalam menghancurkan Islam.
Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid Mengenai berdiri saat
maulid ini, merupakan Qiyas dari kerinduan pada Rasul saw, dan
menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada kehidupan
kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yg dianjurkan oleh
Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin
Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah
untuk tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits
no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.
Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama,
sebagaimana yg dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa
berdirinya bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid untuk
kedatangan gurunya, dan berdiri untuk kedatangan Imam yg adil dan yg
semacamnya merupakan hal yg baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yg
dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yg duduk, dan Imam Nawawi yg
berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa, sebagaimana
Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
namun adapula pendapat lain yg melarang berdiri untuk penghormatan.
(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih
muslim juz 12 hal 93)
Namun sehebat apapun pendapat para Imam yg melarang berdiri untuk
menghormati orang lain, bisa dipastikan mereka akan berdiri bila
Rasulullah saw datang pada mereka, mustahil seorang muslim beriman bila
sedang duduk lalu tiba tiba Rasulullah saw datang padanya dan ia tetap
duduk dg santai..
Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam
dalam membaca maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua
perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid
itu, lepas
dari anggapan ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu bukan
pembahasan kita, masalah seperti itu adalah masalah ghaib yg tak bisa
disyarahkan dengan hukum dhohir, semua ucapan diatas adalah perbedaan
pendapat mengenai berdiri penghormatan yg Rasul saw pernah melarang agar
sahabat tak berdiri
untuk memuliakan beliau saw. Jauh berbeda bila kita yg berdiri penghormatan mengingat jasa beliau
saw, tak terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita
adalah bentuk kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam
pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau saw.
Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah,
seorang Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama
para Muhaddits dan Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yg
padanya dibacakan puji pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair
itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh Imam
imam yg hadir bersamanya, dan didapatkan kesejukan yg luhur dan cukuplah
perbuatan mereka itu sebagai panutan, dan berkata Imam Ibn Hajar
Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah
hasanah sudah menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yg
sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yg terncantum pd Bab
Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan
tidak mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah,
Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga
hijriyah mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan
agung ini diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yg
mengadakannya. (Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal 137)
Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin
untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah
islami yg diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji
pujian pada Allah dan Rasul saw yg sudah diperbolehkan oleh Rasul saw,
dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua
maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yg dalam
ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yg mengingkarinya
karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan
muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin
aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini
merupakan hal yg mustahab (yg dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa
“Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yg menjadi penyebab
kewajiban dengannya maka hukumnya wajib. contohnya saja bila
sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya
wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita akan
melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali
harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya
berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yg wajib .
contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong
baju hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa
siwak dan baju kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat
kantong baju untuk menaruh siwak, maka membuat kantong baju di pakaian
kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh siwak yg
hukumnya sunnah.
Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah,
dan dakwah merupakan hal yg wajib pada suatu kaum bila dalam
kemungkaran, dan ummat sudah tak perduli dg Nabinya saw, tak pula
perduli apalagi mencintai sang Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau
saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah dengan perayaan Maulid Nabi
saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara
Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta
silaturahmi.
Sebagaimana penulisan Alqur’an yg merupakan hal yg tak perlu dizaman
nabi saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena
sahabat mulai banyak yg membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi
wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat yg wafat, karena
ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat, walaupun Allah telah
menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para
khulafa’urrasyidin, sahabat radhiyallahu’ anhum, Imam dan Muhadditsin,
para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin yg awam, namun hanya
sebagian saudara saudara kita muslimin yg masih bersikeras untuk
menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan,
amiin.