This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 12 Maret 2012

AR-RAZI: ILMUWAN MUSLIM DAN BAPAK CACAR DUNIA

Ar-Razi / RAZHES

Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (Persia:أبوبكر الرازي) atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 - 930. Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925.

Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad. Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam.

Biografi

Ar-Razi lahir pada tanggal 28 Agustus 865 Hijirah dan meninggal pada tanggal 9 Oktober 925 Hijriah. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan hampir seluruh karyanya.

Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tapi dia kemudian lebih tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai eksperimen yang menyebabkan matanya menjadi cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu kedokteran.

Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf yang lahir di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian berpindah agama menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan dibawah kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mu'tashim.

Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai seorang dokter disana. Kemudian dia menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa Samania. Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus dipersembahkan untuk Mansur ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada masa kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di Baghdad.

Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Rayy, dimana dia mengumpulkan murid-muridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.

Kontribusi

Bidang Kedokteran= Cacar dan campak


Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan orang pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar:

"Cacar terjadi ketika darah 'mendidih' dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti ekstrak basah di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya seperti anggur yang matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk gelembung pada wine. Penyakit ini dapat terjadi tidak hanya pada masa kanak-kanak, tapi juga masa dewasa. Cara terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah mencegah kontak dengan penyakit ini, karena kemungkinan wabah cacar bisa menjadi epidemi."

Diagnosa ini kemudian dipuji oleh Ensiklopedia Britanika (1911) yang menulis: "Pernyataan pertama yang paling akurat dan tepercaya tentang adanya wabah ditemukan pada karya dokter Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes, dimana dia menjelaskan gejalanya secara jelas, patologi penyakit yang dijelaskan dengan perumpamaan fermentasi anggur dan cara mencegah wabah tersebut."

Buku ar-Razi yaitu Al-Judari wal-Hasbah (Cacar dan Campak) adalah buku pertama yang membahas tentang cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku ini kemudian diterjemahkan belasan kali ke dalam Latin dan bahasa Eropa lainnya. Cara penjelasan yang tidak dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam pengamatan klinis memperlihatkan cara berpikir ar-Razi dalam buku ini.

Berikut ini adalah penjelasan lanjutan ar-Razi: "Kemunculan cacar ditandai oleh demam yang berkelanjutan, rasa sakit pada punggung, gatal pada hidung dan mimpi yang buruk ketika tidur. Penyakit menjadi semakin parah ketika semua gejala tersebut bergabung dan gatal terasa di semua bagian tubuh. Bintik-bintik di muka mulai bermunculan dan terjadi perubahan warna merah pada muka dan kantung mata. Salah satu gejala lainnya adalah perasaan berat pada seluruh tubuh dan sakit pada tenggorokan."


Alergi dan demam

Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit "alergi asma", dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu tulisannya, dia menjelaskan timbulnya penyakit rhintis setelah mencium bunga mawar pada musim panas. Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri.

Farmasi

Pada bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula dan mortar. Ar-razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.

Etika kedokteran

Ar-Razi juga mengemukakan pendapatnya dalam bidang etika kedokteran. Salah satunya adalah ketika dia mengritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang berkeliling di kota dan desa untuk menjual ramuan. Pada saat yang sama dia juga menyatakan bahwa dokter tidak mungkin mengetahui jawaban atas segala penyakit dan tidak mungkin bisa menyembuhkan semua penyakit, yang secara manusiawi sangatlah tidak mungkin. Tapi untuk meningkatkan mutu seorang dokter, ar-Razi menyarankan para dokter untuk tetap belajar dan terus mencari informasi baru. Dia juga membuat perbedaan antara penyakit yang bisa disembuhkan dan yang tidak bisa disembuhkan. Ar-Razi kemudian menyatakan bahwa seorang dokter tidak bisa disalahkan karena tidak bisa menyembuhkan penyakit kanker dan kusta yang sangat berat. Sebagai tambahan, ar-Razi menyatakan bahwa dia merasa kasihan pada dokter yang bekerja di kerajaan, karena biasanya anggota kerajaan suka tidak mematuhi perintah sang dokter.

Ar-Razi juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar.

Buku-buku Ar-Razi pada bidang kedokteran

Berikut ini adalah karya ar-Razi pada bidang kedokteran yang dituliskan dalam buku:
* Hidup yang Luhur (Arab: الحاوي).
* Petunjuk kedokteran untuk masyarakat umum (Arab:من لا يحضره الطبيب)
* Keraguan pada Galen
* Penyakit pada anak.OLeh Syukron Masyhuri

HUKUM DAN FUNGSI ZIARAH QUBUR




HUKUM DAN FUNGSI ZIARAH KUBUR:
=======================

Hukum ziarah kubur termasuk sunnah Nabi saw dan mempunyai beberapa fungsi , sebagaimana diterangkan di dalam kitab " فيض القدير شرح الجامع الصغير من أحاديث البشير النذير " (Faidul Qadir Syarhul Jami'ish Shagir min Ahaditsil Basyirin Nadzir) karya Syeikh Muhammad Abdur Ra'uf Al-Munawi jilid 4 halaman 67, cetakan Dar el-Fikar dalam menjelaskan maksud hadits: زوروا القبور فانها تذكركم لأخرة (Barziarahlah kalian ke makam-makam !. Karena, ziarah itu dapat mengingatkan kalian ke akherat: HR Abu Hurairah), yang artinya sebagai berikut:

1. Dapat mengingat mati.
2. Dapat mencegah dari perbuatan-perbuatan maksiat.
3. Dapat melemaskan hati seseorang yang mempunyai hati yang keras.
4. Dapat menghilangkan kegembiraan dunia (sehingga lupa akan kehidupan akherat).
5. Dapat meringankan musibah (bencana).
6. Dapat menolak kotoran hati.
7. Dapat mengukuhkan hati, sehingga tidak terpengaruh dari ajakan-ajakan yang dapat menimbulkan dosa.
8. Dapat merasakan bagaimana keadaan seseorang itu ketika akan menghadapi ajalnya (sakaratul maut).

Sabtu, 10 Maret 2012

KATIB CELEBI: ILMUWAN MUSLIM TERKEMUKA DI ABAD 17M

E-mail Cetak PDF
Kontribusinya bagi pengembangan ilmu pengetahuan mendapat pengakuan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), badan PBB yang menangani pendidian, ilmu pengetahuan dan budaya. Meski telah wafat empat abad silam, kiprah dan dedikasi ilmuwan Muslim di era Kekhalifahan Turki Usmani itu masih tetap diakui dan dikenang.

Sang ilmuwan Muslim terkemuka di abad ke-17 M itu biasa dipanggil Katip Celebi. Sejatinya, ia bernama Mustafa bin Abdallah. Katip merupakan geografer dan sejarawan agung yang dimiliki Kekahlifahan Turki Usmani di masa kejayaaannya. Selain dikenal dengan nama  Katip Celebi, saintis Muslim itu juga kerap disapa Hajji Khalifa.

Katip terlahir di Istanbul, Turki pada  1609 M. Sejak kecil, Katip dikenal berotak encer. Di madrasah tempatnya menimba ilmu, Katip merupakan siswa yang cukup menonjol. Ia pun tak puas hanya menimba ilmu di madrasah. Untuk memuskan rasa ingin tahunya yang sangat besar, Katip juga meminta tambahan waktu belajar dari para gurunya dan sering berlatih sendiri.

Ayahnya adalah seorang prajurit di Kekhalifahan Turki Usmani. Katip pun sempat bergabung menjadi anggota militer selama 10 tahun. Ia sempat ikut bertempur besama ayahnya  melawan Abaza Pasa dari Erzurum pada 1634.  Dia juga terlibat dalam ekspansi penaklukkan kota Baghdad, Irak.

Dalam tugas menguasai bekas ibukota pemerintahan kekhalifahan Abbasiyah itu, sang ayah dan paman wafat dalam perjalanan kembali dari Baghdad. Setelah pensiun dari militer, Katip juga pernah menjabat sebagai kepala akuntan pada masa Kalifah kedua Kekhalifahan Turki Usmani.

Meski berkarir di  pemerintahan, dia masih memiliki waktu untuk belajar dan menulis beberapa ensiklopedia yang penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam kontemplasi yang sering dilakukannya, Katip menyadari bahwa dunia Islam dari waktu ke waktu semakin menyempit.

Katip pun merasa aktivitas intelektual di dunia Muslim akan semakin surut, sejak dikekangnya para intelektual, sejak abad ke-13 M. Ia gundah menyaksikan madrasah menutup diri dan tidak memberikan pelajaran geografi. Akibatnya dunia Islam semakin menyempit. Padahal kesuksesan politik itu harus didukung oleh perkembangan dan kemampuan intelektual.

Kondisi itu membuatnya tergerak untuk mempelajari geografi. Katip melihat penemuan ilmiah di negara-negara Barat telah berhasil memperkuat pertahanan negaraitu dan membahayakan Kesultanan Turki Usmani. Dia melihat bagaimana imperialisme berkembang bagitu pesat di Barat. Katip pun dengan lantang mengingatkan pentingnya seorang pemimpin negara menguasai dan memahami ilmu geografi."Meskipun sulit untuk mengetahui seluruh permukaan bumi, setidaknya seorang pemimpin negara harus tahu bentuk dan wilayah Turki Usmani,'' papar Katip.

Selain itu, papar dia, seorang pemimpin juga harus tahu perbatasan-perbatasan wilayah Kekhalifahan Turki Usmani dengan negara-negara tetangganya. ''Sehingga, jika suatu saat kita harus berperang dan mempertahankan kedaulatan wilayah, kita tahu di mana harus mengirim tentara. Ini merupakan satu-satunya cara untuk masuk ke provinsi musuh dan mempertahankan batas-batas negara kita,"  tuturnya.

Dia juga mengatakan, seorang pemimpin tidak perlu berkonsultasi kepada orang yang tidak peduli dengan ilmu pengetahuan, meskipun mereka penduduk dalam negeri. Pasalnya, banyak penduduk di Turki Usmani yang tak tahu dan bisa menggambarkan negaranya dengan baik.

Pandangan Katip itu membuktikan bahwa geografi merupakan ilmu yang harus dipelajari, termasuk di dalam madrasah. Sebagaimana seorang ilmuwan, Katip tidak hanya menulis tentang agama dan budaya Islam. Dia ingin melihat seluruh sisi dunia di mana dia hidup. Ia juga tertarik dengan hampir semua disiplin ilmu seperti historiografi, geografi, filsafat serta astronomi.

Ia juga mengauasi hukum Islam hingga Tafsir Alquran serta sufisme dan literatur. Sebagai seorang pemikir agung di zamannya, Katip sangat tertarik dengan  ilmu pengetahuan, terutama yang berkembang di negara-negara Barat. Sehingga, dia sering mencari dan mempelajari naskah-naskah yang bersumber dari Latin dan Yunani. Tak heran, jika ia menguasai kedua bahasa itu.

Katip  pun dikenal sebagai cendekiawan  besar yang selalu berusaha memiliki pengetahuan global secara komprehensif,  tentang apa yang sedang terjadi di bumi. Berbeda dengan para pemikir dan penulis Islam lainnya, Katip selalu berusaha untuk mengetahui sejarah dunia secara benar dan menyeluruh.

Seperti bagaimana kronologi terjadinya sebuah peristiwa, kapan, dan di mana. Bahkan dia berusaha mencari keuntungan setelah bermitra dengan Ihlasi Mehmed Efendi yang mampu berbahasa Latin dan bahasa negara-negara Barat lainnya.

Katip  juga sangat antusias menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari Barat ke bahasa Turki. Dia tidak pernah ragu dalam melakukan penerjemahan meskipun hasil terjemahannya kadang-kadang tidak begitu sesuai dengan buku-buku tersebut.

Namun setidaknya dia telah berusaha dengan keras untuk menyumbangkan ilmu pengetahuan kepada dunia Islam. Meski demikian dalam kesempatan lainnya dia juga terus berusaha memperbaiki terjemahan buku-bukunya.

Dalam bukunya, dia pernah menulis nama Mehmed menjadi Muhammed, Maomet, atau Meomet. Dia juga menyebut nama Umar menurut lafal Turki menjadi Ovmer, tidak seperti lafal Arab. Selain itu, dia menyebut negara Palestina sesuai dengan lafal Latin yaitu Falestiya. Nama Selahaddin juga disebut sebagai Saladinus, nama Musa juga disebut dengan Moizes, Mustafa Juga disebut Muvstefa. Dalam melakukan penerjemahan, Katip cenderung tidak konsisten. Tetapi ketika dia memasukkan hasil terjemahan buku-buku Barat ini ke dalam karyanya sendiri, dia berusaha menuliskannya dengan benar.

Bagaimanapun juga, pengetahuan dan karya-karya Katip yang memuat pengetahuannya tentang sejarah, geografi dan bibliografi  telah memberikan informasi yang sangat penting bagi peradaban Islam di Era Turki Usmani.

Sehingga reputasi Katip sangat dikenal dengan baik di seluruh wilayah Kekhalifahan Turki Usmani serta negara-negara Barat. Dia mendapatkan begitu banyak apresiasi baik dari negara-negara Timur maupun Barat. Sang ilmuwan tutup usia pada Oktober 1657 M, ketika menyeruput secangkir kopi. Pada 2007, UNESCO memperingati hari kelahirannya yang ke-400.


Adikarya Sang Cendekiawan


Sepanjang hidupnya, Katip Celebi telah menulis sederet buku yang sangat penting bagi kemajuan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Berikut ini beberapa karya besar yang ditulis sang cendekiawan dari abad ke-17 M itu.

* Jihannuma (Penampakan Dunia)
Buku ini mengkaji dan membahas keadaan geografi dan penduduknya di Kekhalifahan Turki Usman yang sangat luas.

* Lawami al-Nur ( Pembiasan Cahaya)
Buku ini dikerjakan Katip bersama kawannya Mehmed Ihlas Efendi dan diterjemahkan dari Atlas Minor karya G. Mercator-J. Hondius. Karya ini meliputi kondisi geografi negara-negara di Eropa.

* Muntahab-i BahriyeBuku ini dikerjakan Katip saat melakukan ekspedisi militer ke Pulau Kreta. Buku tersebut ditulis dalam rangka memahami keadaan  wilayah Mediterania.

* Fazlakat al-Tawarih ( Rangkuman Sejarah)Buku ini berisi sejarah umum dunia Islam mencakup periode ketika alam semesta diciptakan.

* Fazlaka ( Rangkuman )
Buku ini mengungkap sejarah Khalifah  TurkiUsmani antara 1592 hingga 1655 M.

* Takvim al-Tawarih (Almanak Sejarah)
Buku ini berisi rangkaian kejadian yang disusun secara kronologis sejak zaman Nabi Adam sampai tahun 1648 M. Karya ini sudah ditejemahkan ke dalam bahasa Latin, Italia dan Prancis.

* Tuhfat al-Kibar fi Asfar al-Bihâr ( Hadiah untuk yang agung dalam ekspedisi militer angkatan laut).
Karya ini ditulis untuk menghilangkan pandangan negatif terhadap angkatan laut setelah kegagalannya menaklukkan Pulau Kreta. Selain itu, karya ini juga dibuat untuk mengingatkan kejayaan angkatan laut mereka di masa lalu serta memberikan informasi guna memperkuat angkatan laut kekhalifahan.

* Irshad al-hiyara ila tarah al-Yunan wa al-Rum wa al-Nasara (Panduan terbaik sejarah Yunani, Bizantium dan Orang Kristen).
Buku ini ditulis dengan tujuan memberikan informasi kepada kekhalifahan Utsmani tentang agama orang-orang Barat termasuk kehidupan sosial dan politiknya.

* Tarih Kostantiniyya wa Kayasira ( Sejarah Istanbul dan Para Kaisar)

Buku ini ditulis Katip untuk menjelaskan tentang Istanbul. Buku ini juga meliputi penyebaran Islam, runtuhnya Bulgaria, Bizantium, Seljuk, Perang Salib, kanal-kanal, serta peristiwa kebakaran di Istanbul. Dalam karyanya berjudul Muluk-i Kuffar Tarihi ( Sejarah Raja-raja Orang Kafir ), dia menerjemahkan sebagian buku sejarah Eropa berjudul Chronik karya Johann Carion.

* Tuhfat al-Ahyar fi al-Hikam wa al-Amsal wa al-Ash'ar ( Hadiah istimewa dari kata-kata bijak, kata-kata mutiara dan puisi)Buku ini merupakan kamus yang disusun secara ensiklopedia berisi humor, filsafat , legenda, dunia satwa, anekdot, juga mutiara kehidupan.

* Kashf al-Zunun (Pengungkapan Asumsi).Buku ini berisi informasi mengenai bibliografi dunia Islam. Buku ini, dikerjakan oleh Katip selama dua puluh tahun. Selain itu dia juga menulis Sullam al-Wusul ila Tabakat al-Fuhul (Makna keberhasilan bagi orang-orang terbaik) yang berisi tentang biografi pengarang-pengarang buku yang menginspirasi karya-karyanya.(rpb)syukron Masyhuri

ILMUWAN MUSLIM YANG MULTI TALENTA DAN MELEGENDA


Al-Farabi
Al-Farabi
Al-Farabi merupakan salah satu ilmuwan Islam, beliau juga dikenal sebagai: fisikawan, kimiawan, filsuf, ahli ilmu logika, ilmu jiwa, metafisika, politik, musik, dll.
Al-Farabi lahir di Farab, tahun 257 H / 870 M dan wafat di Haleb (Aleppo) pada tahun 339 H / 950 M. Nama lengkapnya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlag Al-Farabi. Filsuf muslim terkemuka pada zamannya yang sukar dicari padanannya.
Dimasa kecil, ia yang dikenal rajin belajar dan memiliki otak yang cerdas, belajar agama, bahasa Arab, bahasa Turki, dan bahasa Parsi di kota kelahirannya, Farab. Setelah besar al-Farabi pindah ke Baghdad dan tinggal selama 20 tahun. Di Baghdad ia memperdalam filsafat, logika, matematika, etika, ilmu politik, musik, dll. Dari Baghdad Al-Farabi kemudian pindah ke Harran (Iran). Disana ia mempelajari filsafat Yunani kepada beberapa ahli diantaranya Yuhana bin Hailan. Dari Harran kemudian pindah lagi ke Baghdad.
Selama di Baghdad waktunya dihabiskan untuk mengajar dan menulis. Hasil karyanya diantaranya buku tentang ilmu logika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, kimia, ilmu politik, musik, dll. Tapi kebanyakan karya–karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab telah hilang dari peredaran. Sekarang yang masih tersisa diperkirakan hanya sekitar 30 buah. Diantara karya–karyanya antara lain :
  1. Agrad al Kitab ma Ba’da Tabi’ah  (Intisari Buku Metafisika)
  2. Al–Jam’u Baina Ra’yai al–Hakimaini (Mempertemukan dua pendapat Filusuf : Plato dan Aristoteles)
  3. ‘Uyun al Masa’il ( Pokok – pokok persoalan )
  4. Ara’u Ahl al–Madinah (Pikiran – pikiran Penduduk Kota)
  5. Ihsa’ al– ‘Ulum (Statistik Ilmu)
Ketika pergolakan politik di Baghdad memuncak pada tahun 330 H/941 M, al–Farabi merantau ke Haleb (Aleppo), disana ia mendapat perlakuan istimewa dari sultan Dinasti Hamdani yang berkuasa ketika itu, yakni Saifuddawlah. Karena perlakuan baiknya maka al-Farabi tetap tinggal di sana sampai akhir hayatnya.
Jasa Al-Farabi bagi perkembangan ilmu filsafat pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya sangat besar. Menurut berbagai sumber, ia menguasai 70 jenis bahasa dunia, karena itulah al – Farabi dikenal menguasai banyak cabang keilmuan.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, keahliannya yang paling menonjol ialah dalam ilmu *mantik (logika). Kepiawaiannya dibidang ini jauh melebihi gurunya, Aristoteles. Menurut al– Ahwani, pengarang al–Falsafah al– Islamiyyah, besar kemungkinan gelar “Guru Kedua” (al-Mu’allim as–Sani) yang disandang al-Farabi diberikan orang karena kemashurannya dalam bidang ilmu mantik. Dialah orang yang pertama memasukkan ilmu logika kedalam kebudayaan Arab, sebagaimana Aristoteles yang dijuluki “Guru Pertama” (al – Mu’allim al – Awwal) karena dialah yang pertama kali menemukan ilmu logika dengan melatakkan dasar – dasarnya.
Dibidang filsafat, Al-Farabi tergolong ke dalam kelompok filusuf kemanusiaan. Ia lebih mementingkan soal–soal kemanusiaan seperti akhlak (etika), kehidupan intelektual, politik, dan seni.
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo–Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syiah Imamiah. Dalam soal ilmu mantik dan filsafat fisika, umpamanya ; ia mengikuti pemikiran–pemikiran Aristoteles, sedangkan dalam lapangan metafisika al–Farabi mengikuti jejak Plotinus (205 – 270), seorang tokoh utama Neoplatonisme.
Al-Farabi berkeyakinan penuh bahwa antara agama dan filsafat tidak terdapat pertentangan karena sama – sama membawa kepada kebenaran. Namun demikian, ia tetap berhati – hati atau bahkan khawatir kalau – kalau filsafat itu membuat iman seorang menjadi rusak, dan oleh karena itu ia berpendapat seyogianya disamping dirumuskan dengan bahasa yang samar – samar, filsafat juga hendaknya jangan sampai bocor ke tangan orang awam.
Di antara pemikiran filsafat Al-Farabi yang terkenal adalah penjelasannya tentang emanasi (al-faid), yaitu teori yang mengajarkan tentang proses urut – urutan kejadian suatu wujud yang mungkin (alam makhluk) dari Zat yang wajib al wujud (Tuhan). Menurut nya, Tuhan adalah akal pikiran yang bukan berupa benda. Segala sesuatu, menurut al-Farabi, keluar (memancar) dari Tuhan karena Tuhan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik – baiknya. Ilmu-Nya menjadi sebab bagi wujud semua yang diketahui-Nya.
Bagaimana cara emanasi itu terjadi? Al-Farabi mengatakan bahwa Tuhan itu benar – benar Esa sama sekali. karena itu, yang keluar dari pada – Nya juga tentu harus satu wujud saja. Kalau yang keluar dari zat Tuhan itu terbilang, maka berarti zat Tuhan juga terbilang. Menurut Al-Farabi dasar adanya emanasi ialah karena dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran akal-akal – yang   timbul dari Tuhan – terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan.
Selain filsafat emanasi, Al-Farabi juga terkenal dengan filsafat kenabian dan filsafat politik kenegaraannya. Dalam hal filsafat kenabian, al-Farabi disebut – sebut sebagai filusuf pertama yang membahas soal kenabian secara lengkap. Al-Farabi berkesimpulan bahwa para nabi / rasul maupun para flusuf sama – sama dapat berkomunikasi dengan akal Fa’’al, yakni akan ke sepuluh (malaikat). Perbedaannya, komunikasi nabi / rasul dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi (al-mutakhayyilah) yang sangat kuat, sedangkan para filusuf berkomunikasi dengan akal kesepuluh melalui akal Mustafad, yaitu akal yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap inspirasi dari akal kesepuluh yang ada diluar diri manusia.
Dalam hal filsafat kenegaraan, Al-Farabi membedakan menjadi lima macam:
  1. Negara Utama (al-madinah al-fadilah), yaitu negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Menurutnya negara terbaik adalah negara yang dipimpin oleh rasul dan kemudian oleh para filusuf;
  2. Negara orang – orang bodoh (al-madinah al-jahilah), yaitu negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan;
  3. Negara orang – orang fasik (al-madinah al-fasiqah), yakni negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, Tuhan dan akal Fa’alal-madinah al-fadilah), tetapi tingkah laku mereka sama dengan penduduk negeri yang bodoh;seperti penduduk utama (
  4. Negara yang berubah – ubah (al-madinah almutabaddilah), ialah negara yang penduduknya semula mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki negra utama, tetapi kemudian mengalami kerusakan;
  5. Negara sesat (al-madinah ad-dallah), yaitu negara yang penduduknya mempunyai konsepsi pemikiran yang salah tentang Tuhan dan akal Fa’al, tetapi kepala negaranya beranggapan bahwa dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.Syukron Masyhuri

AZZAHRAWI: BAPAK BEDAH DUNIA

"Bapa Pembedahan"
10.03.2012
Oleh Syukron Masyhuri

Beliau adalah Abu Al-Qasim Khalaf bin Abbas Az-Zahrawi Al-Anshari atau dipanggil dengan nama Az-Zahrawi kerana dilahirkan dikota Az-Zahra iaitu sebuah kota di pinggiran Qordova iaitu ketika menjadi pusat pemerintahan Khalifah dinasti Umawiyyah di Andalusia.

Abu Al-Qasim Az-Zahrawi telah dilahirkan pada tahun 325H (937M) setelah kota ini dibangunkan pada masa pemerintahan Khalifah Umawiyyah, Abdurrahman An-Nashir.

Selain dengan gelaran Az-Zahrawi, beliau juga dipanggil Al-Anshari, kerana nenek moyangnya berasal dari Madinah Al-Munawwarah. Dalam bahasa Latin dan bahasa Eropah pada umumnya, nama Az-Zahrawi telah diubah menjadi Alzahravius. Sedangkan julukannya, Abu Al-Qasim, telah diubah ke dalam dua versi, iaitu Albucasis dan Abulcasis di mana kedua nama ini sehingga kini dikenali di Eropah.

Abu Al-Qasim Az-Zahrawi adalah ilmuan Arab dan muslim terbesar dalam bidang pembedahan. Beliau dikenali sebagai ahli bedah terbesar di dunia hingga masa kebangkitan Eropah kerana beliau merupakan pelopor pertama dalam berbagai cabang ilmu bedah dan seninya, serta banyak menemukan berbagai peralatan bedah. Oleh kerana itu, beliau wajar mendapat gelaran bapa pembedahan dalam sejarah kedoktoran.


Ada beberapa sebahagian sumber menyebutkan bahawa Az-Zahrawi bekerja sebagai doktor di istana Abdurrahman An-Nashir. Namun pendapat ini sangat jauh, kerana Abdurrahman bin An-Nashir wafat pada tahun 350H (961M), sedangkan umur Az-Zahrawi pada saat itu masih 25 tahun. Yang benar adalah bahawa dia memang bekerja sebagai doktor di istana, tetapi iaitu di masa khalifah Al-Hakam Al-Mustanshir bin Abdurrahman An-Nashir.

Dalam tatacara pembedahan, beliau menemui berbagai macam ubat-ubatan untuk pembedahan yang sesuai dengan berbagai tujuan pembedahan dan peralatannya seperti gunting, pengikat, alat pelebar, dan baju pelindung daripada besi dengan pelbagai ukuran.

Di dalam karyanya yang berjudul “At-Tashrif” terdapat berbagai-bagai cara dan pelbagai gambar yang menjelaskan tentang alat-alat itu. Di antaranya terdapat alat pelebar untuk mengatasi tertutupnya lubang kencing pada anak yang baru dilahirkan.

Az-Zahrawi juga menjelaskan beberapa kaedah untuk menolong kelahiran yang hingga kini masih dipakai dengan mengeluarkan janin dengan alat-alat khusus.

Beliau juga banyak menemui cara-cara pembedahan dan merupakan orang yang pertama mengikat urat nadi dan pembuluh darah dengan benang sutera untuk mengatasi keluarnya darah ketika sedang melakukan pembedahan, sebagaimana dia menemui cara menjahit luka atau bedah dengan dua jarum dan satu benang. Malah beliau juga telah menggunakan benang yang diperbuat daripada usus binatang (Catgut) dalam menjahit usus manusia.

Az-Zahrawi juga adalah orang yang pertama menemui cara mengeluarkan penampukan zat kapur pada saluran kencing. Dalam bukunya “At-Stashrif” dia menasihatkan kepada para ahli bedah agar melakukan pembedahan dengan cara yang sesuai untuk mengeluarkan tompokan zat kapur yang telah menjadi batu, dan dipecahkan dengan kempa (apitan), lalu dikeluarkan sepotong demi sepotong. Beliau juga telah menemui cara mengeluarkan tompokan zat kapur yang telah menjadi batu melalui alat kelamin pada perempuan.


Az-Zahrawi dikenali dengan memiliki keistimewaan dan pengalaman yang banyak dalam mencampur dan menggunakan ubatan, hingga dapat diperolehi dalam bukunya yang berjudul “At-Tashrif.” Malah dalam bukunya itu terdapat banyak pembahasan iaitu daripada tiga puluh artikel yang ada di dalamnya yang membahaskan secara teliti mengenai ubat-ubatan dan pelbagai permasalahan pembedahan.

Beliau turut diakui oleh pelbagai ilmuan yang lain sebagai ilmuan yang tiada tolok bandingnya dalam ilmu perubatan. Dalam hal ini, Ibnu Abu Ushaibi’ah dalam bukunya, “ Uyun Al-Anba’, “ mengatakan, “Az-Zahrawi adalah seorang doktor yang terkemuka dan berpengalaman dalam mengolah ubat-ubatan baik yang tunggal mahu pun yang dicampur, dan pengubatannya sangat efektif dan berkesan kepada pesakit.

Karyanya yang terkenal dalam ilmu perubatan telah diabadikan dalam kitabnya yang berjudul “ At-Tashrif liman ‘Ajiza ‘an At-Ta’lif” iaitu merupakan ensiklopedia kedoktoran yang lengkap dan ditulis oleh Az-Zahrawi yang meliputi semua cabang kedoktoran, sehingga orang yang telah membaca buku ini tidak perlu lagi membaca buku perubatan yang lain.

Selain itu, Az-Zahrawi juga turut berjaya mengubati ganguan pada gusi dan memperbaiki gigi dengan alat-alat operasi yang ditemukannya sendiri. Beliau juga merupakan orang yang pertama menggunakan sambungan gigi yang diperbuat daripada emas dan perak serta alat penekan mulut.

Beliau juga telah banyak memberikan jasa dan nasihat kepada para ahli bedah yang lain iaitu dengan mempelajari ilmu anatomi terutama apabila melakukan pembedahan dengan membuat latihan sebelum mempraktikannya. Di samping itu juga, mereka juga harus mengetahui kedudukan dan keadaan tulang, urat dan otot serta tempat dan hubungan antara satu dengan yang lain.

Menurut riwayat seorang sejarawan Al-Hasan Al-Wazzan, Az Zahrawi telah meninggal dunia pada tahun 404 H atau 1013 Masihi.

JABIR IBNU HAYYAN" ILMUWAN MUSLIM TENTANG KIMIA DAN AHLI PRAKTIK MEDIS DAN ILMU KEDOKTERAN

Kamis, 5 Mei 2011, 8:22 | Pendidikan, Profil Ulama | 1 Comment | Read 148 Times
Tanbihun – Beliau mempunyai nama lengkap Abu Musa Jabir ibn Hayyan. Di daratan Eropa dan barat, beliau lebih dikenal dengan nama Geber. Jabir ibn Hayyan dilahirkan di Tus, Iran pada tahun 721 M dan meninggal di Kufah, Iraq tahun 815 M. Beberapa guru yang telah mendidik beliau diantaranya adalah Imam Ja`far Sadiq dan Khalifah Khalid ibn Yazid Bani Umayyah. Beliau masyhur dalam sejarah Islam dan barat sebagai ”bapak kimia” dan ahli praktik medis dan ilmu kedokteran.
Peran terbesar Jabir ibn Hayyan di bidang kimia adalah dengan memperkenalkan sebuah metode baru ”pendekatan ekperimen” dan laboratorium sebagai tempat eksperimen. Melalui metode ini, beliau telah mengubah ”ilmu kimia klasik” menjadi ilmu kimia modern. Terkait dengan peran penting eksperimen, ibn Hayyan berkata ”hal pertama yang paling penting dalam kimia adalah anda harus melakukan kerja praktik dan eksperimen. Seorang ilmuwan yang tidak melakukan kerja praktik atau eksperimen, maka dia tidak akan pernah mencapai puncak profesionalitas dalam bidangnya. Wahai anakku, lakukan eksperimen sehingga kamu akan menyerap dan menguasai ilmu pengetahuan secara sempurna. Seorang ilmuwan mencapai titik kesenangan dan kepuasan bukan karena melimpahnya kekayaan yang dimiliki, namun ilmuwan mencapai puncak kebahagiaannya karena cerdas dalam metode eksperimennya.”
Jabir ibn Hayyan telah mencurahkan usahanya untuk mengembangkan metode-metode dasar dalam ilmu kimia dan mempelajari berbagai mekanisme reaksi kimia. Dengan usahanya tersebut, beliau telah memberi sumbangan besar terhadap evolusi ilmu kimia menjadi ilmu kimia modern. Jabir juga menekankan bahwa kuantitas berbagai jenis bahan tertentu terlibat dalam suatu reaksi kimia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa beliau telah membuka jalan dalam meletakkan dasar hukum konstanta keseimbangan.
Beberapa prestasi besar di bidang kimia yang dilahirkan oleh Jabir ibn Hayyan adalah penemuan mineral dan berbagai senyawa-senyawa asam. Selain itu, beliau juga telah mengembangkan aplikasi proses kimia, yang kemudian menjadi pionir di bidang aplikasi sains. Hasil pengembangan aplikasi proses kimia diantaranya adalah preparasi beberapa metal, pengembangan baja, penggunaan manganese dioksida dalam pembuatan gelas, pencegahan karat, penulisan karakter di logam emas, identifikasi paints, grease dan lain-lain. Selain itu, beliau juga mengembangkan aqua regia untuk melarutkan emas. Kontribusi lain yang dihasilkan beliau diantaranya adalah dengan memberikan sumbangan teknik-teknik saintifik seperti kristalisasi, distilasi, kalsinasi, sublimasi dan penguapan, dan pengembangan beberapa instrumen dan peralatan eksperimen yang berkaitan dengan berbagai teknik tersebut. Jabir ibn Hayyan telah menyumbangkan penemuan dan pengembangan beberapa instrumentasi laboratorium yang masih digunakan sampai hari ini seperti gelas alembic yang digunakan untuk proses distilasi menjadi lebih mudah, aman dan efisien. Melalui distilasi dari berbagai garam dengan asam sulfur, beliau telah menemukan asam hidroklorik dan asam nitrat. Beliau juga telah sukses membuat skala yang mempunyai ketelitian sangat tinggi sekitar 1/6480 kilogram.syukron masyhuri
Gambar 2. Serangkaian kinerja Jabir ibn Hayyan tentang woodcuts of chemical dan perangkat penyulingan, (a)Sublimasi di Athanor, (b) Fiksasi dan sublimasi, (c) Descension furnace, (d) distilasi, (e) kalsinasi, (f) tempat air (water bath), (g) penampungan, dan (h) fiksasi dan sublimasi (sumber: http://www.alchemywebsite.com/bookshop/prints_series_geber.html)

Berdasarkan pada sifat-sifatnya, beliau mengkategorikan material menjadi 3 bagian. Yakni, material yang menguap oleh panas seperti arsen dan ammonia chlorida. Kedua, material bahan metal seperti emas, perak, lead (Pb), tembaga dan besi. Dan yang ketiga adalah compound (senyawa) yang bisa diubah ke serbuk. Beliau kemudian menklasifikasi semua material tersebut menjadi tiga jenis yaitu metal, non-metal dan bahan yang mudah menguap (volatile substance).
Jabir telah menulis lebih dari 100 risalah yang terdiri atas berbagai bidang ilmu pengetahuan yang 22 diantaranya adalah tentang ilmu Kimia (Alkemi). Beberapa karya beliau di bidang kimia diantaranya Kitab al Kimya dan Kitab al-Sabeen yang banyak diterjemahkan ke bahasa latin dan bahasa eropa lainnya. Kitab Alkhawwas al-kabir (the great book of chemical properties) yang berisi tentang karakteristik kimia), Kitab Almawazin yang berisi tentang berat dan pengukuran (weights dan measures), Kitab Al-Mizaj yang berisi tentang kombinasi kimia (chemical combination), dan Kitab Al-Asbagh yang berisi tentang bahan-bahan celupan (dyes). Terjemahan kitab-kitab tersebut berpengaruh besar terhadap evolusi kimia modern di wilayah benua Eropa.
Selain di bidang ilmu kimia, Jabir ibn Hayyan juga telah memberikan kontribusi penting untuk bidang ilmu kedokteran, astronomi, dan ilmu-ilmu lainnya. Sayangnya, hanya sedikit dari buku-bukunya telah disunting dan diterbitkan, dan lebih sedikit lagi yang tersedia dalam terjemahan.

KITAB ALJABAR: KARYA ILMUWAN MUSLIM YANG FENOMENAL TENTANG MATEMATIKUS

Kitab Aljabar, Karya Fenomenal Matematikus Agung

E-mail Cetak PDF
Sejatinya kitab ini berjudul al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-gabr wa'l-muqabala. Dalam bahasa Inggris kitab ini dikenal sebagai "The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing".  Kitab peletak dasar matematika modern itu biasa pula disebut Hisab al-jabr wal-muqabala. Kitab ini merupakan karya seorang ilmuwan Muslim pada abad ke-9 M yang sangat monumental.

Adalah Muhammad Ibnu Musa al-Khawarizmi sang penulis kitab matematika itu. Matematikus Muslim asal Persia itu merampungkan kitab yang sangat populer dan menjadi rujukan para ahli matematika sepanjang zaman itu pada  820 M. Berkat kitab inilah, dunia matematika modern mengenal istilah Aljabar.  Aljabar berasal dari bahasa Arab al-gabr yang berarti ''pertemuan'' atau ''hubungan.'' Aljabar merupakan cabang matematika yang dapat dicirikan sebagai generalisasi dan perpanjangan aritmatika. Aljabar juga merupakan nama sebuah struktur aljabar abstrak, yaitu aljabar dalam sebuah bidang.  Carl B. Boyer dalam karyanya bertajuk "The Arabic Hegemony": A History of Mathematics, mengungkapkan,  Kitab Aljabar karya Khawarizmi menguraikan perhitungan yang lengkap dalam memecahkan akar positif  polynomial persamaan sampai dengan derajat kedua.

Boyer menambahkan, kitab karya Khawarizmi itu juga  memperkenalkan metode dasar "mengurangi" dan "keseimbangan/balancing", yang mengacu pada perubahan syarat-syarat mengurangi sisi lain sebuah persamaan yaitu pembatalan syarat-syarat seperti sisi berlawanan dari persamaan.

Kitab Aljabar juga telah menjadi rujukan ilmuwan sepanjang masa, baik itu bagi matematikus Islam maupun Barat.  Beberapa saintis terkemuka  juga telah menerbitkan buku dengan nama Kitab al-Gabr wa-l-muqabala, diantaranya; Abu Hanifa al-Dinawari serta Abu Kamil Shuja ibnu Aslam.

Selain itu, Abu Muhammad al-'Adli, Abu Yusuf al-Missisi, 'Abd Al-Hamid ibnu Turk, Sind ibnu 'Ali, Sahl ibnu Bišr, dan Sarafaddin al-Tusi juga termasuk ilmuwan Muslim yang banyak terpengaruh pemikiran Khawarizmi.

R Rashed dan Angela Armstrong dalam karyanya bertajuk The Development of Arabic Mathematics, menegasakan bahwa Aljabar karya Al-Khwarizmi  memiliki perbedaan yang signifikan dibanding karya Diophantus, yang kerap disebut-sebut sebagai penemu Aljabar. Dalam pandangan kedua ilmuwan itu, karya Khawarizmi jauh lebih baik di banding karya Diophantus.

"Teks karya Khwarizmi begitu berbeda, tidak hanya dari buku karya orang Babilonia, tetapi juga dari karya Arithmatika-nya Diophantus. Ini tidak lagi menyangkut sejumlah masalah untuk diselesaikan, namun sebuah pertunjukan yang dimulai dengan istilah sederhana yang kombinasinya memberikan semua kemungkinan untuk persamaan dasar, yang mulai saat ini secara eksplisit merupakan objek studi yang benar,'' papar Rasheed dan Armstrong.

Hal senada diungkapkan sejarawan sains  JJ O'Connor dan EF Robertson pada karyanya berjudul History of Mathematics.  Menurutnya,  karya  matematikus Persia itu merupakan karya yang revolusioner. "Mungkin salah satu kemajuan yang paling signifikan yang dibuat ahli matematika Arab  hingga saat ini adalah karya Khawarizmi, yakni Kitab Aljabar,'' ujar O'Connor dan Robertson.

Menurut keduanya, Kitab Aljabar sungguh sangat revolusioner, karena mampu beralih dari ari konsep matematika Yunani yang didasarkan pada geometri. 'Dalam pandangan O'Connor dan Robertson, Kitab Aljabar yang ditulis Khwarizmi berisikan teori pemersatu yang menyediakan angka-angka/bilangan rasional, angka-angka irasional, besar/jarak geometri, dan lain-lain.

O'Connor dan Robertson menambahkan semua bilangan tersebut diperlakukan sebagai "objek aljabar". Hal itu dinilai sebagai  sebuah perkembangan bagi matematika. Pasalnya, Kitab Aljabar telah membuka jalan baru bagi konsep yang telah ada sebelumnya.

"Dan ini merupakan sarana yang dapat menjadi kendaraan bagi pembangunan masa depan s. Aspek lain yang penting adalah aspek pengenalan gagasan  Aljabar yang telah disediakan matematika yang akan diterapkan untuk dirinya sendiri dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya," papar  O'Connor dan Robertson.

Kitab karya Khawarizmi itu merupakan sebuah kompilasi dan perluasan aturan yang diketahui untuk memecahkan persamaan kuadrat dan untuk beberapa masalah lain, dan dianggap sebagai dasar aljabar moderen. Buku yang sangat populer ini mulai diperkenalkan ke dunia dunia Barat lewat terjemahan bahasa Latin oleh Robert of Chester berjudul Liber algebrae et almucabala.

Karena buku ini tidak memberikan sejumlah kutipan untuk penulis sebelumnya, sehingga tak diketahui pendapat siapa saja yang digunakan Khwarizmi sebagai referensi dalam karyanya itu. Sejarawan matematika modern mengomentari kitab itu berdasarkan analisis tekstual dari buku dan seluruh tubuh pengetahuan tentang dunia Muslim kontemporer.

Pastinya yang paling berhubungan dalam karya Khawarizmi adalah ilmu matematika India. Pasalnya, ia telah menulis buku berjudul Kitab al-Jam wa-l-tafriq-bi-hisab al-Hind atau The Book of Addition and Subtraction According to the Hindu Calculation yang membahas sistem bilangan Hindu-Arab.

Buku persamaan pengurangan kuadrat acak ke salah satu dari enam jenis dasar dan menyediakan metode aljabar dan geometri untuk memecahkan dasar utama.  "Pengurangan angka-angka abstrak modern dalam aljabarnya Khawarizmi adalah retorik menyeluruh, dengan tidak ada yang sinkopasi ditemukan pada Aritmatika Yunani atau karya Brahmagupta. Bahkan angka-angka yang ditulis lebih banyak dalam kata-kata daripada simbol,"  tutur  Carl B Boyer, dalam karyanya bertajuk A History of Mathematics.

Dengan demikian persamaan akan dijelaskan secara lisan dalam bentuk istilah "kuadrat" (sekarang menjadi "x2"), "akar" (sekarang menjadi "x") dan "angka"(biasa dibilang angka, seperti '40-2').  Enam jenis persamaan  dengan angka-angka modern, adalah:

* kuadarat sama dengan akar ( ax2 = bx )
* kuadrat sama dengan angka/bilangan ( ax2 = c )
* akar sama dengan angka ( bx = c )
* kuadrat dan akar sama dengan angka ( ax2 + bx = c )
* kuadrat dan angka sama dengan akar ( ax2 + c = bx )
* akar dan angka sama dengan kuadrat ( bx + c = ax2 )

Bagian berikutnya dari buku ini membahas contoh-contoh praktis dari penerapan peraturan yang telah dijelaskan. Bagian berikut,  berkaitan dengan penerapan masalah pengukuran luas dan volume atau isi. Bagian terakhir berkaitan dengan perhitungan yang melibatkan aturan yang sulit dari warisan Islam.

Kisah Hidup Bapak Aljabar

Bapak Aljabar. Begitulah  ilmuwan yang bernama lengkap Abu 'Abdallah Muhammad ibnu Musa al-Khwarizmi itu kerap dijuluki. Ia merupakan seorang ahli matematika dari Persia yang dilahirkan pada tahun 194 H/780 M, tepatnya di Khwarizm, Uzbeikistan.  Karena itulah,  ia kerap kali disapa dengan panggilan Khawarizmi.

Selain terkenal sebagai seorang ahli matematika yang agung, ia juga adalah astronomer, dan geografer yang hebat. Berkat kehebatannya,  Khawarizmi  terpilih sebagai ilmuwan penting  di pusat keilmuwan yang paling bergengsi pada zamannya, yakni Bait al-Hikmah  atau House of Wisdom yang didirikan khalifah Abbasiyah  di metropolis intelektual dunia, Baghdad.

Bait al-Hikmah  merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pusat pendidikan tinggi. Dalam kurun dua abad, Bait al-Hikmah ternyata berhasil melahirkan banyak pemikir dan intelektual Islam. Di antaranya, nama-nama ilmuwan seperti Khwarizmi.

Khawarizmi adalah seorang ilmuwan jenius pada masa keemasan Islam di kota Baghdad, pusat pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah. Ia  sangat berjasa besar dalam mengembangkan ilmu aljabar dan aritmetika. K

Kitab Aljabr Wal Muqabalah (Pengutuhan Kembali dan Pembandingan) merupakan pertama kalinya dalam sejarah dimana istilah aljabar muncul dalam kontesk disiplin ilmu. Nama aljabar diambil dari bukunya yang terkenal tersebut. Karangan itu sangat populer di negara-negara barat dan diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin dan Italia. Bahasan yang banyak dinukil oleh ilmuwan barat dari karangan Khawarizmi adalah tentang persamaan kuadrat.

Sumbangan Al-Khwarizmi dalam ilmu ukur sudut juga luar biasa. Tabel ilmu ukur sudutnya yang berhubungan dengan fungsi sinus dan garis singgung tangen telah membantu para ahli Eropa memahami lebih jauh tentang ilmu ini. Ia mengembangkan tabel rincian trigonometri yang memuat fungsi sinus, kosinus dan kotangen serta konsep diferensiasi.

Selain mengarang al-Maqala fi Hisab-al Jabr wa-al-Muqabilah, ia juga diketahui telah menulis beberapa buku dan banyak diterjemahkan kedalam bahasa latin pada awal abad ke-12, oleh dua orang penerjemah terkemuka yaitu Adelard Bath dan Gerard Cremona. Risalah-risalah aritmetikanya, satu diantaranya berjudul Kitab al-Jam'a wal-Tafreeq bil Hisab al-Hindi (Menambah dan Mengurangi dalam Matematika Hindu).

Buku-buku itu terus dipakai hingga abad ke-16 sebagai buku pegangan dasar oleh universitas-universitas di Eropa.  Khawarizmi meninggal pada tahun 262 H/846 M di Baghdad.(rp)syukron Masyhuri

Selasa, 06 Maret 2012

TELAGA KAUTSAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu'alaikum.

Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam, Salawat dan salam buat Nabi Muhammad serta keluarga dan para sahabat yg mulia.

Hari ini baca tentang Telaga Kautsar; golongan yg dapat minum air Telaga Kautsar, Golongan paling awal minum air Telaga Kautsar, kaitan antara wudhuk dan Telaga kautsar , Golongan yg dihalau dari Telaga Kautsar dan beberapa tajuk yg berkaitan dengannya.

Di sini diringkaskan hasil pembacaan;

Org2 yg beriman wajib percaya bahawa satu perkara yg akan berlaku pada hari akhirat ialah minum di "TELAGA KAUTSAR" dan patut berfikir dan berusaha semasa di dunia ini bagaimana untuk dapat minum di Telaga Kautsar.

Minum air telaga ini merupakan pemberian daripada "Ar-Rahim" Allah terhadap hambaNya di akhirat. Dengan meneguk air daripada telaga ini org2 beriman dpt menghilangkan dahaga sdgkan org2 kafir dan seumpamanya tidak mendpt sebarang kurniaan Allah. Hanya mereka yg benar2 beriman dgn akidah yg tulen dan beramal soleh, mukmin dan bertakwa sahaja yg dapt menghirup air telaga Kautsar.

Ada sesetengah pendapat mengatakan org2 beriman akan dapat minum sebelum amal manusia ditimbang. Ada juga berpendapat org2 beriman itu dapat minum setelah berjaya melintasi titian sirat yg merentangi kawah api neraka.

Imam Bukhari dlm sahihnya menyebut sebuah hadis daripada Abu Hurairah ra bahawa Rasulullah saw bersabda; "Ketika aku berdiri melayan org2 minum air telaga Kautsar, tiba2 aku melihat satu kumpulan manusia, lalu keluar seorg dp kumpulan itu dan berkata kepadaku: "Mari kemari". Kemudian aku bertanya kembali kepada org itu: "Ke mana?" jawab org itu : " Ke neraka". Lalu aku bertanya kepada malaikat ttg org itu, jawab malaikat bahawa org2 itu ialah org2 yg murtad".

Hadis ini menunjukkan bahawa telaga Kautsar itu berada di Padang Mahsyar, sebelum seseorg itu dipaksa meniti sirat. Dijelaskan bahawa pada ketika itu Nabi Muhammad saw sdg melayan org2 minum di telaga Kautsar.

Abdullah bin Abbas ra berkata; "Ada org bertanya kpd Nabi Muhammad saw ttg manusia di akhirat ketika menunggu disoal dan ditimbang sgl amalan. Adakah mereka mendapat minuman dan juga makanan dpd Allah swt? Jawab Nabi saw "Demi jiwaku berada digenggaman Tuhan, memang ada air ketika aku menunggu di Mahsyar. Sesungguhnya wali2 Allah akan diberi peluang mengunjungi kolam Nabi-nabi". Wali2 Allah itu ialah mereka yg disebut dalam firman Allah swt yg bermaksud:

"Ketahuilah! Sesungguhnya wali-wali Allah, tidak ada kebimbangan (dari sesuatu yang tidak baik) terhadap mereka dan mereka pula tidak akan berdukacita. (Wali-wali Allah itu ialah) orang-orang yang beriman serta mereka pula sentiasa bertakwa. Untuk mereka sahajalah kebahagiaan yang menggembirakan di dunia dan di akhirat; tidak ada (sebarang perubahan pada janji-janji Allah yang demikian itulah kejayaan yang besar". (Yunus [10] : 62 - 64)

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis daripada Abu Zarr yg berkata : Sesungguhnya aku bertanya kpd Rasulullah saw : "Adakah disediakan gayung yg cukup bagi org mukmin yg ramai itu utk minum air telaga Kautsar?" Jawab Nabi saw ; "Demi Tuhan yg jiwaku berada dalam genggamanNya, sesungguhnya gayung telaga Kautsar itu lebih banyak dpd bintang di langit".

Hadis dpd Abdullah Amru bin Al-'Ash menyebut : "Sesungguhnya luas telaga Kautsar itu ialah kira2 sebulan perjalanan, lebarnya sama dengan panjangnya, airnya putih jernih daripada perak dan baunya lebih harum dp kasturi. Gelas minuman melebihi bintang di langit. Barangsiapa diberi peluang oleh Allah swt minum air ini , nescaya tak akan dahaga selama2nya".

Dpd hadis ini jika diukur dgn perjalanan pd zaman Nabi dahulu yg menggunakan kenderaan unta, dalam kira2 sebulan perjalanan boleh mengelilingi seluas bumi Syam yg kini meliputi negara Palestin, Syria, Jordan dan Lubnan, manakala jika diukur dgn masa perjalanan sekarang dgn menggunakan kapalterbang yg sangat laju, perjalanan sebulan itu mampu mengelilingi dunia kira2 tiga puluh kali.

Walaupun telaga Kautsar itu luas, itu tidak menjamin semua umat Nabi Muhammad saw dpt meneguknya. Banyak lagi hadis2 yg menerangkan ttg barangsiapa yg dapat minum air dp telaga Kautsar ini pasti tidak akan dahaga buat selama2nya.

Org2 yg berjaya menghampiri dan diberi minum air telaga ini bukan sahaja dpt menghilangkan dahaga tetapi sudah tentu masa depannya selepas itu cerah utk mendpt kebahagiaan, sebaliknya bagi org2 yg tidak dapat minum dan dihaluu, mereka adalah golongan yg akan sengsara.

Rasulullah saw memberitahu para sahabat bahawa org yg paling awal dpt minum air telaga ini ialah org2 Muhajirin yg fakir miskin. Ini krn mereka berhijrah semata2 krn Allah dan RasulNya bukan krn harta dunia dan juga krn hendak menemui wanita yg hendak dinikahi. Muhajirin adalah golongan mukmin yg paling berjasa terhdp Islam dan juga Rasulullah saw. Penghijrahan mereka ke Madinah merupakan pengorbanan yg besar, perjalanan mereka menempuh pelbagai kesukaran dan bahaya, belum pasti mereka dpt kembali ke kota Mekah utk bertemu keluarga dan sanak saudara. Org2 Muhajirin ini ada juga daripada hartawan, namun mereka mengorbankan sgl kekayaan mereka demi menegakkan Islam, mereka menderma separuh atau seluruhnya kepada Rasulullah saw utk perjuangan Islam spt yg dilakukan oleh Saidina Abu Bakar As-Siddiq ra.

Imam Bukhari meriwayatkan hadis daripada Anas bin Malik ra katanya: Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ramai daripada umatku akan datang bertemu dgn aku di Telaga Kautsar sehingga terlalu hampir denganku dan aku amat mengenali mereka tetapi mereka telah dihalau jauh dari telaga Kautsar oleh malaikat. Ya Rabbi, mengapa mereka diusir dari telagaku, sedangkan mereka umatku? Tuhan menjelaskan kepadaku: "memang benar mereka adalah umatmu, tetapi engkau tidak tahu akan apa yg dilakukan oleh mereka selepas engkau wafat. Mereka itu murtad daripada ajaranmu."

Daripada hadis ini didapati bukan mudah utk mengahmpiri telaga Kautsar ini. Sekadar jadi umat Nabi Muhammad saw belum tentu dapat minum air telaga Kautsar. Murtad bkn semata2 kerana menyembah berhala atau tokong. Org sekarang tidak lagi menyembah berhala, tetapi kecenderungan utk bercakap berdasarkan logik akal atau mengikut hawa nafsu. Kadang2 memberikan pandangan negatif terhadap hukum2 Allah. Org yg dihalau ialah org2 murtad. Allah berfirman yg bermaksud:

".. dan sesiapa di antara kamu yang murtad (berpaling tadah) dari agamanya (agama Islam), lalu dia mati sedangkan dia tetap kafir, maka orang-orang yang demikian, rosak binasalah amal usahanya (yang baik) di dunia dan di akhirat dan mereka itulah ahli Neraka, mereka kekal di dalamnya (selama-lamanya)" (Al-Baqarah [2] : 217)

Tentang murtad ini dihuraikan bahawa; Nabi Muhammad saw sendiri berasa sedih krn sebahagian dp mereka yg dihalau itu adalah sebahagian daripada kalangan umatnya sendiri. Walaupun baginda tidak dpt menemui mereka namun Nabi mengenali krn ada tanda wudhuk pada anggota wudhuk sejak mereka dibangkitkan daripada kubur. Walaupun Nabi memohon kpd Allah supaya diberikan peluang kpd umatnya utk minum di telaga Kautsar namun Allah menjelaskan bahawa dosa yg mereka lakukan bknlah sebarang dosa, sebaliknya mereka telah murtad dpd agama sama ada dalam mereka sedar ataupun sebaliknya. Justeru org2 murtad ini tidak ada kebajikan yg tinggal utk dirinya krn semuanya telah hapus akibat murtad.

Org yg malas mendirikan solat hingga kdg2 meninggalkan solat tanpa menafikan kefardhuan perintah solat; jika pada satu ketika dia insaf dan menyesali dan bertaubat serta memperbaiki amalan dan menggantikan yg tertinggal serta melakukan amalan soleh; jika taubat diterima oleh Allah insyaAllah akan didekatkan dgn telaga Kautsar. Ini krn akidah mereka tidak rosak. TETAPI andainya mereka tidak solat dan beranggapan bahawa org yg solat sama sahaja dgn org tak solat, anggapannya itu membawa maksud solat tidak wajib, boleh solat atau boleh tinggalkan; org2 seperti ini akan dihalau dp telaga Kautsar krn telah murtad (Wal'iyazubillah).

Penentang kebenaran juga dihalau daripada telaga Kautsar. Selain itu golongan yg menyeleweng daripada syariat Allah swt yakni menurut hawa nafsu tanpa mengira halal dan haram asalkan nafsu mereka puas.

Penyokong kezaliman juga akan dihalau daripada mendekati telaga Kautsar. Orang yang zalim ialah org2 yg menyembunyikan kebenaran, mengambil hak org lain secara batil, tidak mahu menjalankan syariat Allah dsbnya; Perbuatan mereka bercanggah dgn perintah Allah. Allah berfirman maksudnya: "Kebenaran itu daripada Tuhannu, oleh sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk dalam golongan orang-orang yang ragu" (Al-Baqarah [2] : 147).

Banyak lagi tentang telaga Kautsar ini. Setakat ini sahaja yg dapat ditulis mudah2an kita menjaga iman kita supaya tidak tergelincir, supaya nanti kita dapat dikenali oleh Nabi kesayangan kita dan dapatlah kita minum di telaga Kautsar dengan menggunakan gelas daripada emas.

Kamis, 01 Maret 2012

AHLUSSUNAH MENYIKAPI HADIS HADIS DHOIF

بسم الله الرحمن الرحيم.
الله.
وظيفة الحديث الضعيف فى الاسلام وأقوال كبار أئمة السلف والخلف فيه لفضيلة السيد محمد زكى ابراهيم.
Wazifah
Hadis-Hadis Dhoif.
Ta’lif
Fadhilah al- Sheikh al-Sayyid Muhammad Zaki Ibrahim.
Mantan Sheikh al-Masyaikh Thuruq al-Shufiyyah Mesir.
Terjemahan dan olahan
Oleh
al-Ustaz Abd. Raouf Nurin Al-Bahanji al-Aliyy.
Pondok jalan padang Ragut .
Tampin N.S.D.K
Sempena Maulid Rasul s.a.w 1427 h bersamaan 2006 m.
Sekapur Sireh
Risalah yang padat dengan fakta-fakta bernas. Meluruskan salah faham terhadap hadis-hadis Dhoif yang berkait dengan amalan dan fatwa-fatwa hukum-hukum majoriti umat Islam semenjak berkurun-kurun yang lalu. Membacanya mesti disertai ketelitian tanpa taa’sub pada mana-mana fahaman.
Mengapa dicerca rapuhnya sesuatu jika ianya berada di atas atau di dalam sesuatu yang teguh?. Mengapa dilontar buang Aqiq disebabkan Intan Permata?. Apa salahnya Aqiq, keberadaannya di sisi Intan? . Intipati risalah di antaranya:
  1. Hadis Dhoif tidaklah dimasukkan sebagai hadis yang tertolak di segenap sudut. Lantaran itu, sebahagian ulama’ menganggap sunat beramal dengan hadis-hadis Dhoif pada tempat yang layak. Oleh yang demikian, para ulama’ hadis telah memasukkan hadis Dhoif termasuk dalam bahagian hadis yang Makbul (yang diterima), teristimewa pada Fadhoil Amal atau perkara yang bukan hukum-ahkam.
  2. Hadis-hadis yang Dhoif adalah hadis yang mempunyai asal, tetapi tidak sempurna padanya syarat-syarat hadis Sohih.
  3. Kemungkaran yang paling teruk ialah apabila kemelut yang dihadapi oleh saudara-saudara kita ini tidak berkurangan sampaikan mereka sanggup mempertikaikan/menuduh yang bukan-bukan kepada orang-orang Sufi hanya kerana berpegang pada hadis Dhoif, walaupun dalam hal-hal yang disepakati oleh Para Ulama Hadis dan Para Ulama Usul ditimur dan barat bahawa hadis-hadis Dhoif terbabit sunat diamalkan, juga semata-mata kerana mengetahui sebahagian besar di kalangan Ulama-ulama hadis dan Imam-imam mereka adalah Ahli Sufi yang memimpin (pengikutnya dan umat) sebagaimana yang terdaftar dalam senarai sanad-sanad dan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh mereka
Wassalam
Penterjemah.
1. Puji-pujian.
Bahawasa segala puji hanya bagi Allah Tabaraka wa Ta’ala, selawat dan salam ke atas Penghulu kami, Rasulullah yang Terpilih, mudah-mudahan Allah Ta’ala meredhai atas Keluarga dan Para Sahabat dan Tabi’in. Kami berlindung dengan Allah dengan kejahatan nafsu-nafsu kami dan keburukan amal-amal kami dan kami mulai dengan sesuatu yang terlebih baik.
2. Tamhid.
Waba’du: Di antara perkara bida’ah yang dianggap buruk, yang berlaku di kalangan orang ramai, yang tersebar luas melalui perkataan daripada mereka yang ghairah mendakwa memperjuangkan sunnah, tauhid dan pembaharuan (tajdid) iaitu keterlaluan mengkritik hadis-hadis Dhoif sebagai Batil dan Dusta. Menganggap beramal dengan hadis-hadis Dhoif sebagai keji dan fasik atau sekurang-kurangnya sebagai kejahilan dan melampaui batas syaria’t.
Padahal displin keilmuan tidaklah beranggapan begitu kerana hadis-hadis Dhoif mendapat tempat di sisi syariat dan ia berperanan di dalamnya. Hadis Dhoif juga mempunyai peranan yang asas dalam agama Islam. Sebahagian daripada kezaliman terhadap ilmu dan agama iaitu menganggap dan menghukumkan hadis Dhoif dengan hukuman dusta (iaitu disamakan dengan hadis Maudhu’). Demikian itu kerana hadis-hadis yang Dhoif adalah hadis yang mempunyai asal, tetapi tidak sempurna padanya syarat-syarat hadis Sohih. Iaitu bermakna pada hadis Dhoif terdapat di sisinya keSohihan pada suatu sudut, dan sebahagian syarat-syarat Makbul hadis, tetapi sifat-sifat tersebut tidak sempurna sebagaimana yang berlakunya pada hadis-hadis Sohih . Oleh yang demikian, para ulama’ hadis telah memasukkan hadis Dhoif termasuk dalam bahagian hadis yang Makbul (yang diterima), teristimewa pada Fadhoil Amal atau perkara yang bukan hukum-ahkam.
Maka hadis Dhoif tidaklah dimasukkan sebagai hadis yang tertolak di segenap sudut. Lantaran itu, sebahagian ulama’ menganggap sunat beramal dengan hadis-hadis Dhoif pada tempat yang layak, dan hadis-hadis yang Dhoif adalah hadis yang mempunyai asal, tetapi tidak sempurna padanya syarat-syarat hadis Sohih..Daku tahu kenyataan ini tidak akan disenangi oleh sebahagian orang tetapi menuntut keredhoan Al-Haq adalah wajib sekalipun dibenci oleh sebahagian orang.
3. Kitab-Kitab hadis Sohih sangat banyak.
Kitab-kitab yang memuatkan hadis Sohih amat banyak. Hadis-hadis Sohih bukanlah semata-mata hadis yang dikumpulkan oleh Imam al-Bukhari atau Imam Muslim sahaja. Saya tidak menemui adanya Nas dalam agama Allah ataupun Isyarat yang menunjukkan pembatasan hadis Sohih terhadap kitab-kitab ini sahaja. Membataskan penerimaan Hadis Sohih terhadap kedua-dua kitab ini sahaja merupakan satu bentuk kefanatikan dan keraguan terhadap ilmu tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan.
Dalam kitab Huda al-Abrar ‘ala Tol’ati al-Anwar dan kitab Idha’atul Halik yang ditulis oleh Imam Ibn a-Hajj al-‘Alawi, kitab al-Jami’ oleh Safiyuddin al-Hindi dan kitab al-manhal al-Latif serta kitab-kitab lainnya ada menyebutkan: Kitab-kitab yang mana kesemua hadis yang termuat di dalamnya dinisbahkan sebagai hadis Sohih menurut kesepakatan jumhur ahli hadis melainkan sedikit sahaja yang telah dikritik Ulama’ ialah:
  1. Sohih Al-Bukhari ( Al- Jaami’ Al- Sohih).
  2. Sohih Muslim.
  3. Al-Muntaqa oleh Ibn al-Jarud ( melainkan hadis yang beliau telah Mursalkan ).
  4. Sohih Ibn Khuzaimah.
  5. Sohih Ibn Abi ‘Awanah.
  6. Sohih Ibn al-Sakan.
  7. Sohih Ibn Hibban.
  8. Mustadrak al-Hakim (setelah dibuat pengesahan melalui hafalan semua oleh al-Dzahabi dan al-Iraqi sekalipun pengesahan al-Dzahabi lebih mendasar dan lebih keras ). Sebahagian mereka turut memasukkan Musnad Ahmad 1.
  9. Al- Muwata Imam Malik 2 yang lebih berhak .
  10. Kemudian (Al-Mustakhrajat) iaitu kitab-kitab yang mentakhrij hadis-hadis yang masyhur dikalangan para ulamak.
Kesemua kitab ini yang sedia dimaklumi di kalangan ulamak yang hanya memuatkan hadis-hadis Sohih samada disudut Ilmiyah dan Ilmu Hadis.
Selain daripada kitab-kitab ini, terdapat hadis yang Sohih, Hasan dan Dhoif.
ألا يقدم أحد على البخارى فى العزو وان كان الحديث فيه وفى مسلم ساقوا لفظ مسلم لمبالغته فى تحرى اللفظ النبوى.
Kaedah (ahli hadis): ((Bahawa tidak boleh didahulukan nama selain al-Bukhari (jika hadis terbabit juga diriwayatkan oleh al-Bukhari) dalam menisbahkan sesuatu hadis kepada perawinya . Dan pada Muslim (jika sesuatu hadis itu juga telah diriwayatkan oleh keduanya) mereka turut menyebutkan namanya (bersama-sama al-Bukhari) disebabkan ketelitian Muslim dalam menyaring lafaz yang benar-benar diucapkan oleh Nabi s.a.w.))
Oleh itu pandangan yang memestikan berpegang dengan hadis yang terdapat dalam kitab Sohih al-Bukhari dan Muslim semata-mata dengan anggapan hanya kedua-dua kitab ini sahaja yang memuatkan hadis yang Sohih, bukannya pandangan yang
bersandarkan kepada ilmu dan bukan pada agama.
_____________________________________________________________________
1 Kerana Dhoif dalam al-Musnad Ahmad adalah Hasan.
2 Semua Mursal yang berada didalam al-Muwata telah diwasalkan oleh Imam-imam hadis dalam karangan-karangan mereka dari thuruq yang lain.
4. Pembahagian Hadis
Ahli hadis bersepakat bahawa ada tiga pembahagian hadis yang paling penting iaitu:
1. Hadis Sohih : Berada pada kedudukan teratas.
2. Hadis Hasan : Berada di kedudukan pertengahan.
3. Hadis Dhoif : Berada di kedudukan paling bawah, kerana cedera pada satu
syarat saja dari syarat-syarat hadis Hasan.
Adapun Hadis Maudhu’ (palsu), maka ia terkeluar daripada skop yang kita bincangkan, kerana ia adalah satu kekejian, gugur daripada hak untuk berhukum dan hak zatnya, samada disudut matan atau sanad atau kedua-duanya sekali, menurut Ijmak.
5. Pembahagian Hadis Dhoif.
Hadis Dhoif terbahagi kepada dua:
Pertama.
KeDhoifannya boleh ditampung (diperkuatkan) :
Apabila diperkuatkan oleh :
1. Hadis Dhoif Masyhur ,
2. Yang sama tetapi melalui jalan-jalan periwayatan yang lain.
3. Atau apabila mengisnadkannya oleh Sawahid yang makbul, terutama apabila Dhoif perawinya hanya disebabkan:
(a) lemah hafalan. atau
(b)lemah disebabkan Mursal atau
(c) Mastur (tertutup hal rawinya) ,
Maka ternaiklah martabatnya kepada martabat hadis Hasan Li Ghairih (iaitu bertaraf Hasan disebabkan adanya riwayat yang lain). Oleh itu termasuk dalam senarai hadis Maqbul (diterima) dan boleh dibuat hujjah sekalipun dalam soal hukum- ahkam sebagaimana yang telah dimantapkan di sisi para ulama’ dalam bidang Ilmu ini. Tidak perlu diperdulikan kepada dakwaan mereka yang mendakwa ahli dalam Ilmu ini padahal masih di tahap kebudak-budakan, tercari-cari dan tidak pernah belajar, mereka yang tahu satu perkara kemudian hilang pula beberapa perkara. Mereka mengikuti kaedah orang-orang bodoh untuk mengelabui hakikat kebenaran, mendakwa–dakwi diri dan mencari keuntungan dengan pendapat-pendapat pelik-pelik (Syaz) mereka.
Kedua.
KeDhoifannya tidak boleh ditampung:
Walaupun terdapat banyak jalan periwayatannya. Ia dinamakan sebagai al-Wahiy (sangat lemah) hal ini berlaku sekiranya perawi itu ternyata seorang yang fasik atau dituduh berbohong.
Para ulamak Ilmu Ini mengatakan: Hadis yang seperti ini jika diperkukuhkan dengan riwayat-riwayat yang lain, dan mempunyai Syawahid dan Mutab’at, maka tarafnya naik, daripada taraf (hadis Munkar, al-Waahiy atau hadis yang Tidak Ada Asalnya) kepada martabat yang lebih tinggi. Pada ketika itu ia boleh diamalkan dalam soal fadhilat-fadhilat amal selain pada soal:
  1. Akidah
  2. Hukum – Ahkam.
Sebahagian ulamak menambah:
  1. Tafsiran al-Quran. Kerana mendahulukan Hadis dalam menafsir daripada tafsiran berdasarkan fikiran semata-mata, tetapi pada pengecualian yang ketiga ini terdapat kritikan yang perlu pengkajian semula.
Dengan itu menerima pakai hadis Dhoif dalam segala jenis amalan yang berbentuk menggemar dan menakutkan, dalam soal adab, sejarah, ketatasusilaan, kisah tauladan, manaqib (biodata seseorang), sejarah peperangan, dan seumpamanya adalah diHaruskan. Perkara ini telah disepakati (Ijmak) oleh para ulamak seperti yang dinukilkan oleh Imam al-Nawawi, Ibn Abdul Barr dan selain mereka. Malah Imam al-Nawawi menukilkan pandangan ulamak bahawa dalam hal-hal tersebut disunatkan beramal dengan hadis Dhoif.
والاستحباب من جملة أصول الدين وأحكام الشرع الشريف
(Perkara yang sunat termasuk dalam himpunan Usuluddin dan hukum-ahkam syarak), perhatikanlah.
Tetapi kami berpendapat :
1. Penerimaan hadis Dhoif dalam perkara-perkara terbabit bersyaratkan jangan terlalu kuat keDhoifannya. Maka tidak termasuk hadis-hadis Dhoif yang ketunggalan periwayatannya yang salah seorang perawinya pendusta atau kesalahannya sangat keji.
2. Ia adalah merupakan perkara yang termasuk di bawah asas sesuatu Kaedah Syarak yang Kuliyyah (mencakupi seluruh soal-soal cabang perkara yang dihukum). Maka hadis-hadis yang tidak langsung berada di lingkungan asas tersebut bahkan merupakan perkara baru, adalah terkeluar dari keharusan ini .
3. Jangan pula hadis tersebut bercanggah dengan hadis yang Sohih. Maka terkeluar pula hadis-hadis Dhoif yang ditolak oleh hadis-hadis Sohih dan Sabit. Ini merupakan pendapat Ibnu Hajar al- Asqolani dan as- Sakhawi 3
6. Penerangan lebih jelas.
Abu al-Syeikh Ibn Hibban dalam kitabnya al-Nawa’ib meriwayatkan secara Marfu’ hadis Jabir r.a yang menyebutkan:
(( من بلغه عن اللّه عز وجل شيء فيه فضيلة , فأخذ به ايمانا به , ورجاء لثوابه ,
أعطاه اللّه ذلك , وان لم يكن كذلك )).
“Barang siapa yang sampai kepadanya sesuatu daripada Allah yang memuatkan sesuatu fadhilat, lalu dia beramal dengannya kerana percaya terhadapnya dan mengharapkan ganjaran pahalanya maka Allah memberikan yang demikian itu, sekalipun sebenarnya bukan begitu”.4
Hadis ini merupakan punca asas yang besar dalam membincangkan hukum-hukum berkaitan hadis Dhoif, kerana tidak mungkin sabdaan ini terbit daripada fikiran semata-mata tanpa Masmu’ (didengari dari Nabi s.a.w), bahkan ia sebenarnya merupakan dalil bahwa bagi hadis-hadis Dhoif mempunyai asal dan tanda pengesahan makbul (diterima).
Sesungguhnya para Ulama menukilkan daripada Imam Ahmad bin Hanbal bahawa dalam soal hukum-hakam, beliau berpegang dengan hadis yang Dhoif (jika ditampung keDhoifan tersebut dengan kemasyhuran hadis terbabit). Beliau juga mengutamakan hadis Dhoif dari pandangan akal. Beliau mengambil hadis-hadis Dhoif pada perkara-perkara halus (seperti akhlak) dan fadhoil. Seperti itu juga Ibnu Mubarak, al-Anbari, Sufiyan al-Thawri dan di kalangan pemuka-pemuka umat r.ahum.
————————————————————————————————–
3 Qaulul Badi’ : 195.
4 Pengarang Kanzul Ummal – ( 43132) – telah menisbahkan hadis ini kepada Abu Sheikh, Khatib, Ibnu an-Najjar, al-Dailami dari Jabir iaitu dalam kitab al-Durar karangan Ibnu Abdi al-Barr , al-Mu’jam al-Awsath karangan al- Tabarani dari Anas dengan lafaz – (( Sesiapa yang telah sampai kepadanya sesuatu fadhilat dari Allah , maka ia tidak mengakuinya , tidaklah ia mendapatnya.)) tapi terdapat kritikan pada riwayat yang ini , al-Ajluni telah menyebut dalam Kasf al-Khafa ( 2 : 327), telah di nukil dari Imam Sayuthi pada akhirnya (( maka pada jumlah , ada baginya asal )). Satu hadis lagi telah meriwayatkan oleh Imam Ahmad (5: 425) Ibnu Sa’ad dalam Tabaqat ( 1: 387/388), Ibnu Hibban telah menSohihkannya (92) – Bahawa Nabi s.a.w telah bersabda ((Bila kamu mendengar sesuatu hadis dari ku, yang hati kamu telah mengenalinya, lembutlah bulu dan kulit kamu , kamu nampak hadis tersebut hampir (boleh kamu faham) maka daku lebih utama dengannya dari kamu. Apabila kamu mendengar pula sesuatu hadis dari ku yang hati kamu ingkar, liar darinya oleh bulu dan kulit kamu dan kamu nampak hadis tersebut jauh (untuk difahami), maka daku lebih jauh dari kamu terhadapnya (lantaran ia bukan berasal dariku)).
Begitu juga para ulamak Hanafi mendahulukan hadis Dhoif terhadap pandangan akal, sebagaimana yang dinukilkan oleh al-Zarkasyi, Ibn Hazm dan selainnya.
Maksudnya, bahwa sesungguhnya bagi hadis-hadis Dhoif adalah zat-zat hadis yang terdapat I’tibar, dan kegiatan Ilmiyyah Syaria’t, kerana tidak mencukupi sebahagian syarat-syarat hadis Sohih padanya. Maka meletakkan title makzub (hadis dusta/ maudhu’) pada hadis Dhoif adalah kesalahan yang besar di sudut Ilmiyah.
Mazhab Abu Daud samalah seperti mazhab Hanafi dan Hanbali, yang mana mereka mengutamakan hadis Dhoif berbanding penggunaan akal, jika tidak ada sumber lain yang boleh dijadikan dalil dalam sesuatu bab yang dibincangkan.
Tidak ada yang menyanggahi Ijmak bahawa hadis Dhoif boleh diamalkan melainkan Abu Bakar Ibn al-‘Arabi seperti yang dinukilkan oleh Ibn al-Solah. Percanggahan oleh Ibn al-‘Arabi ini mempunyai beberapa alasan yang telah dijawab oleh para ulama, atau penolakannya terhadap hadis Dhoif itu hanya terbatas kepada alasan-alasan yang diberikan sahaja. Oleh itu sebenarnya tidak ada percanggahan antara beliau dengan ijmak ulama dalam hal keharusan beramal dengan hadis Dhoif jika betul pada tempatnya.
7. Hadis-hadis dalam al- Sohih (al-Bukhari dan Muslim), Dhoif dan Mudha’af.
Di sana terdapat satu lagi bahagian hadis yang dinamakan hadis muda’af, iaitu hadis yang mana senarai perawi dalam isnadnya dianggap Dhoif (lemah) oleh satu kumpulan ulama sementara kumpulan lain pula mengatakan mereka adalah perawi yang thiqah (dipercayai). Kedudukan hadis yang sebegini berada di tengah-tengah antara hadis Sohih dan Dhoif. Dengan kata lain, martabatnya kurang daripada hadis Sohih tetapi melebihi taraf hadis Dhoif. Ia adalah saudara kepada hadis Hasan ataupun dari jenis yang lebih tinggi daripada hadis Hasan. Oleh kerana itu para ulama mengharuskan hadis sebegini dimasukkan dalam kitab-kitab Sohih. Namun hadis-hadis ini pada kebiasaan yang berlaku , dimasukkan dalam kitab-kitab Sohih hanya berperanan sebagai syawahid dan mutaba’ah atau hanya sekadar disebut ketinggian sanadnya (sanad yang A’liyy) saja.
Al-Bukhari telah menyebut secara bersendirian (tanpa Muslim) sebanyak lebih empat ratus lapan puluh nama perawi yang lapan puluh daripadanya dikritik oleh ahli hadis sebagai bertaraf lemah periwayatannya.
Adapun rangkaian sanad Muslim pula ada enam ratus dua puluh orang perawi, yang mana seratus enam puluh orang daripada mereka dikritik dan dikatakan bertaraf lemah. Namun mereka ini (yang dikatakan lemah periwayatannya) diperakukan sebagai perawi yang thiqah (dipercayai) oleh ramai ahli hadis yang lain.
Maka bagaimana pula fikiran mereka yang mendakwa-dakwi dalam Ilmu Ini cuba mengulas berkenaan hal perwai-perawi tersebut??..
Ibn al-Solah mengulas:
(( يقع بصحة ما أسنداه ( البخارى ومسلم ) أو أحدهما , سوى أحرف يسيرة تكلم
عليها بعض أهل النقد , لا كلهم .
(( Semua perawi yang disebutkan dalam sanad al-Bukhari dan Muslim diputuskan sebagai Sohih kecuali beberapa nama yang dipertikaikan oleh sesetengah ahli al-Naqd (pengkritik sanad) bukan kesemuanya.))
Kami pula mengulas: Beberapa nama yang dipertikaikan sesetengah pengkritik sanad inilah yang termasuk dalam bahagian hadis muda’af, yang mana ia harus dimasukkan ke dalam kitab-kitab hadis yang Sohih, tanpa ada celaan seperti yang telah kami terangkan.
Kemudian seterusnya :
: ان الحكم على الحديث بالصحة , أو الحسن , أو الضعيف , انما هو لظاهر الاسناد , لا لما هو فى نفس الأمر , فنفس الأمر هو اليقين المطلق الذى لا يعلمه الا اللّه وحده
Menentukan sesuatu hadis sama ada bertaraf Sohih atau Hasan atau Dhoif adalah berdasarkan pengamatan zahir terhadap nama-nama yang terdapat dalam sanad. Sesuatu hadis dikategorikan sebagai Sohih, Hasan dan Dhoif bukan berdasarkan hakikatnya, kerana hakikatnya yang sebenar hanya Allah jua yang mengetahui. Oleh kerana itulah para ulama hadis menyebutkan:
(( كم من حديث صحيح هو فى نفس الأمر ضعيف , وكم من حديث ضعيف هو فى نفس الأمر صحيح , وانما علينا التحرى والاجتهاد ))
((Mungkin ada di antara hadis yang Sohih pada hakikatnya ia adalah Dhoif, dan berapa banyak hadis yang Dhoif sedangkan pada hakikatnya ia adalah Sohih. Yang menjadi kewajipan kita ialah membuat pemeriksaan dan berijtihad.)
Mereka mengatakan lagi:
: لأنه يجوز الخطأ والنسيان على العدل الصدوق , كما يجوز على غيره , فاليقين هنا اعتبارى محض.
((Ini kerana ada kemungkinan perawi yang adil/yang benar melakukan kesilapan atau terlupa sebagaimana hal tersebut harus berlaku kepada orang lain. Oleh itu keyakinan terhadap mutu hadis di sini hanya dalam bentuk iktibar (iaitu berdasarkan pengamatan yang zahir)).
ورواية (( العدل )) عن (( الضعيف )) تعديل له عند الأصوليين .
((Apabila seorang perawi yang bersifat adil meriwayatkan hadis yang diambilnya daripada perawi yang bertaraf Dhoif, maka bererti dia menganggap perawi itu bertaraf adil, menurut ulamak Usul.))
Pengarang kitab al-Manhal menyebutkan:
” وقياسه أنه تصحيح له أيضا عندهم ” .
((Qiyasnya, bererti perawi yang bertaraf adil itu telah mentashihkan hadis Dhoif tersebut, menganggap hadis tersebut sebagai Sohih disisi mereka.))
8. Ulama Sufi dan Hadis Dhoif.
Mudah-mudahan para saudara kita di kalangan penulis dan pembimbing selepas ini mengambil sikap warak (berhati-hati) daripada menghamburkan pandangan secara ithlaq (pukul rata) sehingga sampai menganggap palsu (maudhu’) terhadap hadis-hadis yang Dhoif yang tidak sesuai dengan pendapat mereka. Seolah-olah hadis Dhoif itu sebagai maudhu’, makzub dan muftara (( موضوع , مكذوب , مفترى ))
tidak boleh diambil manfaat, tidak perlu dihormati dan tidak boleh dinukilkan dan tidak boleh langsung berjinak-jinak dengan lafaz dan pengertiannya.
Kemungkaran yang paling teruk ialah apabila kemelut yang dihadapi oleh saudara-saudara kita ini tidak berkurangan sampaikan mereka sanggup mempertikaikan/ menuduh yang bukan-bukan kepada orang-orang Sufi hanya kerana berpegang pada hadis Dhoif, walaupun dalam hal-hal yang disepakati oleh Para Ulama Hadis dan Para Ulama Usul ditimur dan barat bahawa hadis-hadis Dhoif terbabit sunat diamalkan, juga semata-mata kerana mengetahui sebahagian besar di kalangan Ulama-ulama hadis dan Imam-imam mereka adalah Ahli Sufi yang memimpin (pengikutnya dan umat) sebagaimana yang terdaftar dalam senarai sanad-sanad dan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh mereka. Sentiasalah mereka yang redho dengan penyakit hadis Dhoif, berdalilkan dengan mereka (Ahli hadis di kalangan Ahli Sufi).
Ibn Abdul Barr berkata:
: (( أحاديث الفضائل لا تحتاج فيها الى من يحتج به ))
((Hadis-hadis yang berkaitan dengan fadhilat-fadhilat, maka kami tidak perlukan orang yang layak untuk dijadikan hujah.))
Ibn Mahdi menyebut dalam kitab al-Madkhal:
: (( اذا روّينا عن النبى _ صلى اللّه عليه وسلم _ فى الحلال , والحرام , والأحكام , شددنا فى الأسانيد , وانتقدنا الرجال , واذا روّينا فى الفضائل , والثواب , والعقاب , تساهلنا فى الأسانيد , وتسامحنا فى الرجال )) .
((Apabila kami meriwayatkan daripada Nabi SAW tentang halal haram dan hukum-hakam, maka kami akan memperketatkan sanad-sanadnya dan kami akan membuat kritikan (pemeriksaan) terhadap rijalnya (nama-nama perawi yang terdapat dalam sanad). Tetapi apabila kami meriwayatkan hal-hal berkaitan fadhilat, ganjaran pahala dan seksa, maka kami mempermudahkan sanad-sanadnya, dan kami bertolak ansur dengan rijalnya.))
Imam al-Ramli menyebutkan hadis-hadis yang terlalu Dhoif (iaitu hadis yang dinamakan al-Wahiy) apabila sebahagiannya bergabung dengan sebahagian yang lain, maka ia boleh dijadikan hujjah dalam bab ini (iaitu Bab Fadhilat, Perkara yang menambat hati, Nasihat, Ketatasusilaan, Sejarah dan seumpamanya). Berdasarkan inilah, maka al-Mundziri dan para pentahkik yang lain mengumpulkan hadis-hadis terbabit dalam kitab al-Targhib wa al-Tarhib (menggemar dan membimbangkan).
Pendekatan yang diambil oleh golongan terdahulu yang membuat pengkhususan dalam bidang hadis ini samalah dengan pendekatan yang diambil oleh sesetengah fuqaha’ dan ulama tasawuf. Dan dengan pendekatan inilah kami berpegang. Dalam Matan Hadis-hadis Dhoif, kita banyak menemui hikmah-hikmah, ilmu makrifah, perkara yang seni-seni/ halus, kesusateraan yang menghimpun semuanya oleh hembusan wahyu kenabian adalah merupakan barang khazanah (Ilmu ) orang mukmin yang telah hilang.
Inilah pendekatan yang diambil oleh ulama terdahulu seperti al-Thawri, Ibn ‘Uyainah, Ibn Hanbal, Ibn al-Mubarak, Ibn Mahdi, Ibn Mu’in dan al-Nawawi. Ibn ‘Adiy meletakkan satu bab berkaitan hal ini (penerimaan hadis Dhoif) dalam kitabnya yang berjudul al-Kamil. Begitu juga yang dilakukan oleh al-Khatib dalam kitab al-Kifayah.
*******
Pada masa kini, kita dapat melihat (amat mendukacitakan), ada golongan yang menolak hadis-hadis al-Bukhari kerana tidak sejajar dengan kefahaman yang dipeganginya, dan tidak bersesuaian dengan kecenderungannya atas nama menolong Sunnah. Malah ada orang yang menulis buku berkaitan hal ini, sedangkan dia bukan orang yang berkelayakan. Ada berpuluh-puluh musuh Islam yang membantunya untuk mencetak buku berkenaan dan mengagihkan secara percuma di merata tempat walaupun menelan kos yang besar yang didorong oleh kepentingan mendapatkan keuntungan material dan niat yang buruk.
Kalau tidak dengan rahmat Allah, dan langkah-langkah yang diambil oleh majalah Muslim (iaitu majalah yang diasaskan oleh penulis) dan sesetengah ulama hadis (untuk menangkis usaha tersebut), nescaya akan menyebabkan timbul keraguan terhadap semua hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan riwayat oleh Imam-imam Hadis yang lain. Tentunya (jika tidak ada usaha yang diambil oleh sesetengah Ulama dalam menangkis golongan terbabit), maka Sunnah Nabi yang telah sabit secara ilmiah terdedah kepada fitnah (semoga Allah melindunginya) yang ditimbulkan oleh golongan yang mendakwa sebagai Salafiyah, kononnya mereka yang lebih mengetahui tentang ilmu Sunnah , berbanding makhluk Allah yang lain. Mereka menghukum kufur orang dan menghukum mereka sebagai Syirik dan Fasiq kecuali sesiapa yang menurut hawa nafsu mereka yang jelek.
Fahamilah keadaan Ini :
Sesungguhnya Imam Al-Nasa’ie telah mentakhrijkan (iaitu memakai dan beri’timad dalam riwayat sesuatu hadis) nama-nama perawi yang tidak diijmak pada matruknya, yakni nama perawi sesuatu hadis yang hanya bersumberkan daripadanya. Asalkan jangan dia dikenalpasti sebagai seorang yang pembohong.
Apa yang berlaku kepada kami (iaitu hadis-hadis yang diamalkan oleh kami) yang diriwayatkan oleh Tokoh-tokoh besar Sufi dan Pendakwah ke jalan Allah, tidak terdapat di dalam sanadnya perawi yang pembohong atau pendusta. Cukuplah ini sebagai dalil keharusan beramal dengan hadis yang Dhoif pada tempatnya. Inilah pendirian yang diambil oleh ulama-ulama Tasawuf dan yang terdapat dalam kitab-kitab mereka. Kami memohon keampunan kepada Allah dan bertaubat kepadaNya. Dialah jua yang memberikan taufiq dan tempat untuk meminta pertolongan.
ونستغفراللّه ونتوب اليه , وهو الموقف المستعان .
وصلى اللّه على سيدنا محمد وعلى آله وصبه وسلم .
وكتبه المفتقر اليه تعالى وحده
محمد زكى ابراهيم
رائد العشيرة المحمدية وشيخ الطريقة الشاذلي
بسم الله الرحمن الرحيم.
فوائد علمية متناثرة
وكتبه تلميذ المؤلف :
محي الدين حسين يوسف
حول الحديث الضعيف وأحكامه
الحمدللّه , والصلاة والسلام على رسوللّه , وعلى آله وصحبه ومن اهتدى بهداه. أما بعد .
1. Bilakah naik darjat Hadis Dhoif kepada darjat Hadis Hasan?
Apabila diriwayatkan sesuatu hadis yang mana disegenap sudutnya adalah Dhoif, tidak semestinya hasil daripada berhimpun banyak akan dianggap sebagai Hasan. Maka Hadis Dhoif di sisi Para Muhaqiqin terbahagi dua:
A.Yang ditampung dengan hadis-hadis yang lain: Hadis yang sebegini dibuat hujjah pada masalah fadhoil dan sepertinya. Hadis Dhoif daripada bahagian pertama ini disebabkan beberapa sebab :
1) Dhoif disebabkan lemahnya hafalan perawi yang meriwayatkannya padahal perawi
tersebut bersifat amanah.
2) atau Dhoifnya disebabkan Mursal
3) atau bersifat Tadlis
4) atau tidak dikenal perawinya (Majhul).
atau yang sepertimana perkataan para ahli hadis:
: اسناده محتمل للتحسين , أو قريب من الحسن , أو فى اسناده لين , أو ضعف , ثم : اسناده َضعيف , ثم : فى اسناده مجهول , أو مستور , ثم : ليس فى اسناده متروك , أو من يترك , أو من أجمع على ضعفه.
(( Isnadnya diihtimalkan bagi Hadis Hasan atau hampir dengan martabat Hadis Hasan
atau pada isnadnya terdapat sifat Liin atau sifat Dhoif. Kemudian isnadnya lemah,
kemudian pada isnadnya Majhul atau mastur, kemudian tiada pada isnadnya itu seseorang yang bersifat Matruk, atau mereka yang matruk ( ditinggalkan) atau mereka yang telah di Ijmak kan atas Dhoif riwayatnya.
Maka Dhoif yang begini akan ditampung keDhoifannya dengan hadis Dhoif yang lain yang tidak rendah darjahnya ( sama-sama Dhoif) dan hilang keDhoifan nya dengan sebab terdapat thuruq ( jalan riwayat ) yang lain yang bersamaan atau lebih tinggi daripada darjahnya.
B. Dhoif yang tidak tertampung dengan riwayat yang lain, dan tidak boleh dibuat hujjah dengannya secara mutlak. Tidak boleh pada bab fadhoil dan tidak juga boleh pada perkara yang selain fadhoil. Diantaranya hadis Al Waahiy dan hadis Mungkar. Iaitu hadis yang keDhoifannya disebabkan fasik rawinya atau dusta. Itulah perkataan muhadissin berkenaannya:
اسناده واه أو ضعيف جدّا , أو ساقط , أو هالك , أو مظلم
Hadis-hadis yang begini tidak berfungsi sekalipun maufakat padanya hadis-hadis Dhoif yang lain, lebih-lebih lagi apabila hadis-hadis Dhoif yang lain hanyalah bersamaan dengannya pada istilah-istilah pangkat tersebut, disebabkan kuat Dhoifnya dan sama taraf kedudukan hadis yang menjadi penampung. Ya, bahkan boleh meningkat pangkat hadis-hadis Dhoif tersebut daripada keadaan pangkat-pangkatnya kepada pangkat Hadis Mungkar disebabkan berhimpun Turuqnya (banyak jalan riwayatnya), dan tidak harus (haram) meriwayatkannya melainkan hendaklah disertai penerangan berkenaan keDhoifannya yang Mungkar.
2) Ijmak Ulama menerima sesuatu hadis sekalipun ia tidak Sohih.
Sesuatu hadis yang telah diterima oleh para ulama melalui jalan periwayatan adalah makbul sekalipun tidak mencukupi syarat-syarat Sohih, kerana Umat tidak akan bersependapat di atas sesuatu yang sesat.
Berkata Ibn Abdil Barr dalam kitab al-Istizkar:
لما حكى عن الترمذى أن البخارى صحح حديث البحر (( هو الطهور ماؤه )) , وأهل الحديث لا يصححون مثل اسناده , لكن الحديث عندى صحيح , لأن العلماء تلقوه بالقبول .
((Ketika dihikayatkan daripada Imam at-Tarmizi bahawa al-Bukhari telah menSohihkan hadis berkenaan laut هو الطهور ماؤه , padahal para ahli hadis tidak menSohihkan sanad yang sepertinya, tetapi hadis tersebut disisiku adalah Sohih , kerana para ulama telah menerima hadis tersebut sebagai makbul. ))
Berkata Ibn Abdil Barr di dalam kitab at-Tamhid, Jabir telah meriwayatkan daripada Rasulullah SAW :(( الدينار أربعة وعشرون قيراطا)) Beliau berkata: Pada berkenaan pendapat sebahagian Ulama yang berkata :
واجماع الناس على معناه غنى عن الاسناد فيه.
((Ijmak manusia atas maknanya itu terkaya daripada isnadnya.))
Berkata al-Ustaz al-Isfiroyni:
, تعرف صحة الحديث اذا اشتهر عند أئمة الحديث , بغير نكير منهم .
((Dikenali keSohihan sesuatu hadis apabila masyhur ia di sisi para ulama hadis tanpa terdapat ingkar padanya.))
Berkata sebahagian ulama:
يحكم للحديث بالصحة اذا يلقاه الناس بالقبول , وان لم يكن اسناده صحيح .
((Dihukumkan sesuatu hadis itu dengan Hadis Sohih apabila para ramai Ulama menerimanya sekalipun isnadnya tidak Sohih.))
3) Beramal dengan hadis Dhoif sekalipun pada hukum-hukum.
Para ulama telah berdalil dengan hadis-hadis Dhoif, yang Dhoifnya tidaklah terlampau Dhoif. Sehingga pada masalah hukum-ahkam yang mana hadis-hadis yang Dhoif telah juga diambil iktibar. Istimewa lebih-lebih lagi bila pada bab yang bukan bab hukum-ahkam.
Contoh contoh pada masalah yang sebegitu terlalu banyak. Misalnya hadis-hadis berkenaan meletakkan tangan kanan ke atas tangan kiri ketika di dalam sembahyang. Maka hadis-hadis berkenaan dalam perkara tersebut adalah hadis-hadis yang Dhoif. Oleh yang demikian sekalipun tidak ada satu pun hadis-hadis dalam masalah ini yang sah. Ada yang paling Sohih pun ialah hadis yang diriwayatkan oleh Wail: ((Nabi SAW meletakkan kedua-dua tangan tersebut di atas dada.)) Pada hal ia bukan pula dalil untuk amalan meletakkan kanan atas kiri, al-Sawkani dan selain beliau telah menyebut tentang hadis ini.
Engkau akan jumpai contoh-contoh pada masalah yang sebegitu terlalu banyak misalnya di dalam (1.) Kitab Muntaqa al-Akhbar – karangan al-Mujid Ibnu Taimiyah, dan syarahanNya ( 2.) Nailul Awthar – karangan as-Syaukani, (3.) Takhrij Al-Hadith al Hidayah – karangan al-Hafiz Zailaie, (4.) Talkhis al-Habir – karangan Ibnu Hajar al-Asqolani, (5.) BBuluughu al-Muram, dan SyarahanNya (6.) Subul al-Salam- karangan as-Suna’ni. Di dalam (7.) Muwata- Imam Malik terdapat hadis-hadis bertaraf Mursal dan hadis-hadis yang di mulai dengan lafaz “Balagha”. Begitu juga di dalam kitab-kitab Sunan terdapat bab-bab hukum yang berhujahkan hadis-hadis Dhoif, dalam jumlah yang tidak sedikit.
Berkata al-Hafidz Abu Fadhal Abdullah bin Siddiq al-Ghumari r.h.m: Perkataan para Ulamak dalam Ilmu Ini:
الحديث الضعيف لا يعمل به فى الأحكام ليس على اطلاقه , كما يفهمه غالب الناس أو كلهم ؛ لأنك اذا نظرت فى أحاديث الأحكام التى أخذ بها الأئمة المجتمعين ومنفردين وجدت فيها من الضعيف ما لعله يبلغ نصفها أو يزيد , وجدت فيها المنكر والساقط , القريب من الموضوع.
((Hadis-hadis Dhoif tidak diamalkan dengannya pada hukum-ahkam tidaklah menurut lafaz ithlaqnya (makna yang menyeluruh) sebagaimana fahaman kebanyakkan manusia atau seluruh mereka. Kerana jikalau engkau memerhati pada hadis-hadis hukum yang telah digunakan oleh Imam-imam, samada secara sependapat ataupun sendirian pada sudut berdalil dengan hadis dhoif, nescaya engkau akan dapati terdapat hadis-hadis yang Dhoif barangkali mencapai separuh daripada dalil-dalil hukum-ahkam tersebut atau melebihi separuh. Kadang-kala engkau akan jumpai hadis-hadis Mungkar, hadis Saqith dan hadis-hadis yang hampir kepada taraf Maudhu’.))
Perkara ini telah diisyaratkan oleh saudara kandung kami al-Allamah al-Hafiz as Saiyid Ahmad di dalam kitab al Masnuni wal Battal, maka hendaklah dirujuk di sana. Bahkan mereka yang telah mencontohkan kaedah tersebut adalah Imam Malik dan Imam Abu Hanifah di mana mereka telah berhujah dengan hadis-hadis Mursal. Sebahagian daripada usul Imam Ahmad dan muridnya Abu Daud adalah berhujah dengan hadis-hadis Dhoif. Beliau telah mendahulukan hadis Dhoif daripada Pendapat dan Qiyas. Imam Abu Hanifah seperti yang telah dinaqalkan oleh Ibnu Hazam juga telah beramal seperti mana mereka yang seangkatan dengannya. Terdapat di dalam perpustakaan kami satu naskah kitab tulisan tangan berjudul al-Mi’yar, di dalamnya disebutkan hadis Dhoif pada tiap-tiap bab, yang telah dipungut daripada ijtihad para Ulamak Mahzab Empat, sebagai dalil mereka samada sependapat atau bersendiri menggunakan hadis-hadis Dhoif pada sesuatu hukum.
Apabila telah mantap bagimu pada kaedah ini, maka janganlah engkau berpaling disebabkan was-was yang telah dilemparkan oleh kumpulan buat kacau-bilau bahawa hadis-hadis Dhoif tidak boleh ditegakkan hujah dengannya sama sekali, kerana engkau telah mengetahui kaedah tersebut adalah sebahagian amalan para Imam Umat ini. Tetapi alangkah menghairankan, Thoifah (kumpulan) ini telah menggunakan hadis-hadis Dhoif apabila sesuai dengan kehendak mereka dan mengutamakan hadis-hadis Dhoif daripada yang Sohih. Perkara sebegini boleh diketahui dengan memerhatikan cara mereka menggunakan dalil-dalil untuk menegakkan bida’ah dan bantahan-bantahan mereka. Ini adalah merupakan permainan-permainan yang patut mendapat murka Tuhan
4) Ijmak Para Ulamak atas beramal dengan hadis-hadis yang Dhoif:
Tidak cedera Ijmak disebabkan terdapat pertentangan dan pendapat yang pelik
( Syaz.) Tidak terdapat seorang pun dikalangan para Ulamak yang menentang Ijmak pada Keharusan beramal dengan hadis-hadis yang Dhoif pada soal Fadhoil Amal melainkan Al-Qadi Abu Bakar bin Al-Arabi. Yang demikian itu telah menyebut oleh guru kami didalam risalahnya, perkataan yang berbunyi,:
له وجوه يرد عليه منها , ويحمل كلامه عليها … ويكفى انه انفرد بهذا القول لئلا يحتج به
((Beliau (Qadhi al-Arabi) mempunyai pendapat-pendapat yang dibangkang dan (diihtimalkan) ditujukan maksud beliau kepada…. Memadalah bahawa bersendirian beliau dengan perkataan itu dan tidak boleh dipegang sebagai hujjah.))
Adapun perbuatan sebahagian penulis kini yang suka mengubah-ubah fakta, cuba menisbahkan pendapat tersebut (iaitu tidak boleh sekali-kali beramal dengan hadis Dhoif sekalipun pada Fadhoil Amal) kepada Imam al-Bukhari dan Imam Muslim sebenarnya adalah merupakan perkara yang sangat ajeeb (menghairankan).
Kenapa begitu, jawabnya kerana Imam Al-Bukhari telah menulis di dalam kitabnya Al-Adabul Mufrod dan di dalam kitab Tarikh yang mana beliau tidak mensyaratkan periwayatan-periwayatan hadis dengan meninggalkan hadis-hadis yang Dhoif. Maka di dalam kedua kitab tersebut, beliau telah menisbahkan riwayat-riwayat tersebut kepada diri beliau sendiri, tidak lain tidak bukan tujuannya supaya bersungguh-sungguh manusia beramal dengan hadis-hadis tersebut walaupun terdapat hadis-hadis yang Dhoif. Kemudian Imam al-Bukhari R.A telah menyebut hadis hadis yang tidak menurut syarat-syarat beliau dalam kitab Jami’ nya, iaitu kitab Jami’ Sohih dan sebahagian daripada hadis hadis tersebut sekalipun di dalam Jami’ Sohih, karangan beliau terdapat hadis-hadis yang Dhoif, Ini terdapat di dalam ta’lik atau tarjamah beliau. Berlakunya perkara yang demikian menunjukkan, bahawa beliau sebenarnya beramal juga dengan hadis-hadis yang Dhoif, Adapun sebab beliau tidak menyebut di dalam Asal Kitab Sohihnya itu kerana bertentangan dengan syarat syarat beliau, yang mana beliau hanya akan meriwayatkan hadis-hadis didalam Kitab Jami’ nya itu tidak lain melainkan hadis-hadis yang Sohih sahaja.
Adapun Imam Muslim, maka sesungguhnya Imam Nawawi yang telah mensyarahkan kitab beliau, telah menghikayatkan Ijmak atas Keharusan, beramal dengan hadis hadis yang Dhoif pada Fadhailul amal,
Padahal Imam Nawawi lebih mengetahui, berkenaan Imam Muslim, dan berkenaan Kitab Sohih Imam Muslim, berbeza jauh apabila dibandingkan dengan mereka yang membantah.
Adapun perkataan, sekumpulan daripada golongan orang yang menisbahkan diri mereka, sebagai golongan Salafi pada zaman kita ini, maka tidaklah akan cedera pula Ijmak lantaran kurang faham mereka itu dan lantaran disebabkan mereka membantahinya pada perkara yang telah diamalkan (iaitu beramal dengan hadis-hadis Dhoif).
Selain daripada itu, sebenarnya kebanyakan mereka yang mendakwa sebagai Salafi itu, bukanlah Ahli di medan Ilmu Ini .
5) Meriwayatkan hadis-hadis Dhoif?
Adalah wajib menerangkan keadaan sesuatu hadis itu adalah Dhoif ketika meriwayatkannya atau wajib disebutkan dengan salah satu dari lafaz yang menunjukkan Dhoif seperti lafaz :
روى untuk memelihara perbezaan di antara hadis yang Sohih, yang Thabit dengan hadis yang Dhoif, yang tidak sempurna padanya syarat-syarat Sohih.
6) Pemuka-pemuka hadis dahulu kala.
Di dalam kebanyakkan kitab-kitab para pemuka hadis yang terdahulu mereka menyebutkan setiap hadis dengan sanadnya tanpa menerangkan darjah hadis tersebut. Demikian itu kerana bersandar kepada kaedah:
(( من أسند فقد أحالك , ومن لم يسند فقد تكفل لك ))
Ertinya: ((Sesiapa yang menyebut sanad maka sesungguhnya ia memalingkannya kepadamu, dan sesiapa yang tidak menyebut sanad sesungguhnya memadai ia bagimu.)) Oleh yang demikian lazimlah berniat.
7) Sebahagian daripada tanda-tanda keNabian
Kepada mereka yang berpangkalkan Hadis Nabi s.a.w pada selemah-lemah sebab , dan telah menimpa mereka demam panas Ta’asub ketika mendengar perkara yang bertentangan dengan Hawa Nafsu mereka berkenaan Hadis Nabi , ditujukan kepada mereka sabdaan Rasul s.a.w :
(( لا ألفينّ أحدكم متكئا على أريكته يأتيه الأمر من أمرى مما أمرت به , أو نهيت عنه فيقول : لا ندرى ما وجدنا فى كتاب اللّه اتبعناه )) رواه ابو داود والترمذى وصححه
((Sesungguhnya tidak akan di dapati sesorang dari kamu yang bertelekan (duduk) di katilnya, yang datang padanya sesuatu perkara dari urusan dari perintahku atau laranganku, melainkan akan akan menjawab: Kami tidak tahu dan tidak menjumpainya ada dalam Kitab Allah untuk kami ikutinya.))
8) Waham dan Tadlis pada menerangkan pangkat hadis.
Telah beradat sebahagian mereka yang telah mewahamkan dan mentadliskan pada menerangkan darjah hadis dengan menggunakan perkataan:
(( ليس بصحيح)) يعنى (( حسن أو ضعيف ))
Ertinya: Tidak Sohih iaitu (maksud yang sebenar adalah samada) Hasan atau Dhoif, melainkan bahawa menisbahkan perkataan berikut sebenarnya bertujuan untuk memberi kesamaran kepada umat bahawa hadis tersebut adalah Maudhu’. Padahal tidak terdapat di dalam kitab-kitab hadis istilah yang begitu, sesungguhnya kebanyakkan mereka yang mengaku Salafi pada masa kita ini menulis di dalam majalah-majalah mereka perkara waham dan tadlis. Mesti diketahui apabila di dapati di dalam kitab-kitab ahli hadis yang terdahulu (al-Mutakaddimin) istilah seperti
لم يصح فى هذا الباب حديث
((Tidak sah pada bab ini suatu hadis pun)), maka yang dimaksudkan adalah terdapat hadis Hasan dan Dhoif padanya. Mereka menggunakan peristilahan sebegitu kerana mereka berbicara dihadapan:
1.Para Ulamak atau
2. Pada ketika kebanyakkan hadirin yang hadir adalah membincangkan istilah-istilah di dalam ilmu ini.
9)Membatalkan hadis-hadis dengan menyangka membersih dan menolongnya.
Sebahagian bala Allah Taala yang ditimpakan pada segolongan orang, iaitu sengaja menyeluk kitab-kitab hadis dan membahagi-bahagikannya kepada hadis Sohih dan Dhoif, bahkan cuba mengumpulkan kesemua hadis-hadis Sohih dalam satu kitab dengan hanya menurut hawa nafsunya. Mengandingkan hadis Dhoif bersama Hadis Maudhu’ dalam satu kitab pula. Maka apakah bencana dahsyat yang ditimpakan lagi?. Adakah kerana kemasyhuran dan banyak karangan yang menghasilkan banyak harta benda?. Atau di sana ada tujuan yang tersembunyi untuk mengenepikan hadis-hadis yang begitu banyak?. Lantaran menuntut redho syahwat orang-orang tertentu atau menuntut redho mereka yang di tangannya suruh dan tegah, dan menyebarkan sebahagian mazhab dan hawa nafsu yang mengikut siasah dengan memperdaya menggunakan agama?
10) Kaedah usul pada sesuatu yang pada perkara yang ditinggalkan الترك
Setengah daripada bencana yang meratai di kalangan masyarakat bahawa sesorang akan berkata: Perkara ini haram kerana Nabi meninggalkannya atau tidak melakukannya.
Firman Allah Ta’ala:
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا
((Perkara yang telah mendatangnya pada kamu oleh Rasul, maka hendaklah kamu ambil, dan perkara yang Baginda tegah pada kamu maka hendaklah kamu tinggalkan.))
Tidak pula Tuhan berfirman: : وما تركهdan perkara yang ia tinggalkan. Maka Nabi meninggalkan sesuatu perkara tidak pula bermakna perkara tersebut haram kerana kaedah:
والأصل فى الأشياء الاباحة , الاّ ما ورد فيه نص أو دليل شرعى .
((Asal pada sesuatu perkara adalah harus melainkan apabila telah datang padanya nas atau dalil syarak yang mengharamkannya.))
11) Penyudah, ditujukan pada Para Pemuda kami, Para Pewaris.
Sesungguhnya sebaik-baik perkara yang kami bentangkan pada hari ini kepada para pewaris umat ini dan pemukannya adalah: ((Bahawa berhadaplah sepenuh inayah kamu untuk kitab-kitab hadis, mengambil dan belajar kepada para guru yang beramal dan jadilah kamu para penolong pada beramal dengannya, janganlah kamu menjadi yang memusuhinya. Sejahat-jahat musuh adalah musuh yang menyerupai rupa teman. Dan sesungguhnya kitab-kitab hadis yang sangat berhajat para pemuda padanya lebih daripada berhajat kepada air sejuk pada ketika haus/ dahaga, maka lazim olehmu kitab :
1.Riyadus Solihin—- Imam Nawawi,
2.Al-Targhib wa al-Tarhib—-al- Munziri,
3.Subulus Salam- as- Sun a’ni,
4.Nailul Awthar-al-Syaukani,
Jangan meluputkan kamu oleh Kitab al Syamail al Muhammadiah— al-Tirmizi dan Sifru as Sa’adah– al-Fairu Zabadi. Maka pada perkara-perkara yang telah kami sebutkan terdapat kebaikan yang banyak, dan permulaan keharuman bagi pemuda Islam yang menuju kepada peradaban kebudayaan Islam yang sihat, yang tidak bertukar-tukar dan tidak kacau bilau.by Syukron Masyhuri
“وصلى اللّه على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم”

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More